Abdullah bin Umar bin Khattab adalah salah satu sahabat Nabi yang tercatat tinta emas sejarah karena keteladanannya dalam mengikuti ajaran Islam dan menjunjung tinggi sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ibnu Umar, demikian sapaan umumnya, lahir dari keluarga terhormat. Ia adalah putra dari Umar bin Khattab, khalifah kedua setelah Abu Bakar as-Shiddiq. Ibunya, Zainab binti Mazh’un, berasal dari keluarga yang dihormati, sementara saudarinya, Hafshah, merupakan istri Rasulullah.
Masuk Islam Sebelum Baligh
Abdullah bin Umar telah memeluk Islam sejak masih belia, bahkan sebelum mencapai usia balig, mengikuti jejak ayahnya yang juga memeluk Islam.
Ketika ayahnya, Umar bin Khattab, memeluk Islam, Abdullah yang masih sangat muda juga masuk Islam. Walau Abdullah memeluk Islam bersamaan dengan Umar, dia telah lebih dahulu berhijrah ke Madinah. Fakta ini sering kali menimbulkan anggapan keliru bahwa Abdullah lebih dahulu memeluk Islam daripada ayahnya.
Seperti halnya para sahabat yang bersemangat dalam menyebarkan Islam, Abdullah muda pun memiliki hasrat yang besar untuk membela agama ini. Ketika Perang Badar dan Perang Uhud berlangsung, Abdullah berkeinginan kuat untuk ikut serta. Namun, usianya yang masih terlalu muda membuat Rasulullah tidak mengizinkannya terlibat dalam pertempuran.
Meskipun demikian, semangat jihad dan keinginannya untuk meraih kesyahidan tetap berkobar hingga dewasa. Perang pertama yang ia ikuti adalah Perang Khandaq, di mana ia berhasil menunjukkan loyalitas dan keberaniannya dalam mempertahankan Islam.
Baca juga: Abdullah bin Salam
Meneladani Nabi dalam Setiap Aspek Kehidupan
Abdullah bin Umar adalah sosok yang sangat taat dalam mengikuti jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Segala tindakan dan sikap hidupnya mencerminkan keteladanan dari Nabi.
Abdullah mempraktikkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dalam hal-hal kecil. Misalnya, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan pentingnya shalat malam, Abdullah dengan penuh kesadaran meluangkan waktunya untuk bangun di malam hari dan melaksanakan ibadah ini. Ia bahkan sering menangis dalam shalat malamnya, merasakan kedekatan dengan Allah dan merenungi segala dosa dan kekurangan dirinya sebagai hamba.
Ketekunan Abdullah bin Umar dalam beribadah serta sifat zuhudnya menjadi ciri khas yang melekat pada pribadinya. Malik bin Anas pernah menggambarkan Abdullah sebagai salah satu imam umat Muslim yang senantiasa memberikan fatwa dan nasihat sesuai dengan ajaran Nabi.
Selama lebih dari enam puluh tahun, Abdullah bin Umar menjadi ahli fiqih yang banyak memberikan fatwa, khususnya selama musim haji. Ia menyampaikan pentingnya menebarkan kebaikan dengan cara yang mudah, yaitu melalui senyum dan perkataan yang lembut, sehingga membuat banyak orang mencintainya.
Baca juga: Abdullah bin Rawahah
Sikap Zuhud dan Kesederhanaan
Kisah-kisah hidup Ibnu Umar juga mencerminkan sifat zuhud yang begitu dalam. Abdullah hidup dengan sangat sederhana, bahkan konon ia tidak pernah merasa kenyang selama hidupnya, karena berusaha menahan diri dari nafsu duniawi.
Suatu ketika, seorang sahabat membawakan makanan untuknya dan berkata bahwa itu adalah “obat untuk mengenyangkan perut”. Abdullah tersenyum dan menjawab bahwa selama empat puluh tahun, ia belum pernah merasa kenyang. Hal ini menunjukkan tingkat keikhlasan dan ketulusan Abdullah dalam menjalani hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.
Baca juga: Abdullah bin Mas’ud
Kiprah Ibnu Umar di Medan Perang
Selain kesalehannya dalam ibadah, Abdullah bin Umar juga turut berperan dalam berbagai peperangan bersama kaum Muslim, seperti Perang Muktah dan Perang Yarmuk. Pada Perang Yamamah, ia ikut berjuang bersama pamannya, Zaid bin Khattab. Keberaniannya dalam berjihad menegaskan komitmennya untuk berjuang di jalan Allah.
Namun, pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, ketika terjadi fitnah antara Ali dan Muawiyah, Abdullah bin Umar memilih sikap yang bijak dengan menghindari konflik. Meski memiliki kesempatan untuk terlibat dalam peperangan tersebut, ia memilih mengasingkan diri agar tidak terlibat dalam pertumpahan darah sesama Muslim.
Meskipun demikian, di akhir hayatnya, Abdullah sempat merasa menyesal karena tidak turut serta berjuang di pihak Ali melawan kelompok yang zalim. Penyesalan ini menunjukkan betapa Abdullah sangat menghargai keadilan dan kebenaran.
Baca juga: Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi
Wafatnya Abdullah bin Umar
Abdullah bin Umar hidup sekitar 80 tahun sehingga menyaksikan berbagai dinamika yang terjadi pada umat Islam. Sejak bersama Rasulullah, lalu Khulafaur Rasyidin, hingga menyaksikan bagaimana kondisi umat pada masa kekhalifahan Bani Umayyah.
Sekitar tahun 60 hijriyah, seorang panglima Daulah Bani Umayyah bernama al-Hajjaj bin Yusuf mengirim seseorang untuk membunuhnya dengan tombak beracun. Tusukan tombak itulah yang menjadi penyebab kematian Ibnu Umar.
Dengan wafatnya Abdullah, umat Muslim kehilangan salah satu tokoh penting yang telah menghabiskan hidupnya untuk membela Islam dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Baca juga: Abdullah bin Jubair
Hikmah Kisah Abdullah bin Umar
Abdullah bin Umar meninggalkan legacy besar bagi umat Islam. Terutama dalam hal keilmuan. Ia meriwayatkan 2.630 hadits, menempatkannya sebagai posisi kedua sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits.
Sifat zuhud, keteladanan dalam ibadah, kesederhanaan, dan kecintaan Ibnu Umar pada ilmu dan ajaran Islam menjadi contoh nyata bagi setiap Muslim yang ingin memperkuat keimanannya. Ia menunjukkan bahwa ketekunan dalam ibadah, sikap rendah hati, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan adalah kunci untuk mendekatkan diri pada Allah.
Keteladanan Abdullah bin Umar dalam menghidupkan sunnah Rasulullah dan mengamalkan Islam dengan penuh kesungguhan menjadi inspirasi bagi generasi Muslim dari masa ke masa. Warisannya sebagai seorang sahabat Nabi dan seorang yang shaleh akan terus hidup dalam sejarah Islam dan menjadi contoh teladan bagi setiap Muslim yang ingin mengikuti jejaknya dalam menjalani kehidupan yang penuh ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. [Kisah Hikmah]