Abdullah bin Rawahah: Membela Islam dengan Syair dan Pedang

0
abdullah bin rawahah
ilustrasi (Adobe Fiferly)

Abdullah bin Rawahah adalah sahabat Nabi Muhammad dari kaum Anshar. Sejarah mencatatnya bukan hanya karena keahliannya dalam syair, tetapi juga karena keberaniannya dalam berbagai pertempuran demi membela agama Islam.

Terlahir sebagai suku Khazraj di Madinah, dari ibu bernama Kabsyah binti Waqid dan ayah bernama Haritsah bin Tsa’labah bin Imri al-Qais. Ia punya beberapa nama panggilan, antara lain Abu Rawahah, Abu Muhammad, dan Abu Amr.

Abu Rawahah memiliki latar belakang sebagai seorang penyair ulung dan seorang pejuang tangguh. Selain Abdullah, Rasulullah memiliki dua penyair lain, yaitu Ka’ab bin Malik dan Hassan bin Tsabit. Peran mereka bukan sekadar merangkai kata, tetapi juga sebagai alat untuk menumbangkan propaganda musuh melalui syair yang memotivasi kaum muslimin dan mematahkan argumentasi lawan.

Masuk Islamnya Sang Penyair

Abdullah menemukan Islam saat mendengarkan bacaan Al-Quran dari Mush’ab bin Umair. Tersentuh oleh keindahan dan kedalaman Al-Quran, Abdullah memutuskan untuk memeluk Islam. Sejak saat itulah ia kerap menghadiri majelis ilmu Mush’ab bin Umair. la menemukan ketenangan dan kedamaian di tempat yang sederhana itu.

Bersama 70 laki-laki dan dua wanita muslim, Abdullah bin Rawahah ikut berangkat ke Mekkah dan menyatakan sumpah setia kepada Rasulullah di Aqabah. Sesuai rencana, secara sembunyi-sembunyi mereka meninggalkan tenda untuk bertemu Rasulullah di tengah malam hari tasyrik. Baiat Aqabah kedua itu berisi janji setia untuk menolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang kelak akan datang ke Yatsrib. Menjadikannya sebagai tujuan hijrah Rasulullah sehingga namanya berubah menjadi Madinah.

Pada pertemuan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar mereka memilih dua belas pimpinan, tiga orang dari suku Aus dan sembilan orang dari suku Khazraj. Abdullah bin Ruwahah terpilih menjadi salah satunya.

Baca juga: Abdullah bin Mas’ud

Syair yang Lebih Tajam dari Tombak

Kepiawaian Abdullah dalam bersyair memberikan kontribusi besar dalam perjuangan dakwah Islam. Suatu ketika, Rasulullah memintanya, bersama dua penyair lainnya, untuk membantah kaum Quraisy dengan syair. “Bantahan kalian lebih tajam dari tombak,” ujar Rasulullah.

Abdullah mematuhi perintah itu dengan penuh suka cita. Dalam satu pertemuan, ia melantunkan syair yang mengangkat keagungan Rasulullah, yang membuat Rasul tersenyum dan mendoakan agar Allah meneguhkan Abdullah. Syair-syair Abdullah kerap disisipkan dalam momen-momen penting dakwah dan menjadi kekuatan moral bagi kaum muslimin.

Kisah lain yang menarik dari Abdullah adalah saat ia mendampingi Rasulullah dalam umrah. Sambil menuntun unta Rasulullah, Abdullah melantunkan syair yang menggambarkan keberanian dan keyakinan kaum muslim dalam menghadapi kaum Quraisy. Umar bin Khattab sempat menegurnya karena syair itu dilantunkan di tanah haram, namun Rasulullah menegaskan bahwa syair-syair Abdullah lebih tajam dari tombak dalam menumbangkan semangat musuh.

Abdullah juga menunjukkan keberaniannya di medan perang. Dalam pertempuran besar seperti Perang Badar, Uhud, Khandaq, Hudaibiyah, dan Khaibar, Abdullah terlibat langsung dan menampilkan kegigihan yang menginspirasi sahabat lainnya. Dalam berbagai pertempuran itu, Abdullah mempertaruhkan nyawa dan melantunkan syair-syair semangat untuk meningkatkan moral pasukan muslim.

Baca juga: Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi

Menjaga Ketaqwaan, Menegakkan Kebenaran

Selain terkenal karena syairnya, Abdullah juga tercatat sejarah karena ketakwaannya yang mendalam. Ketika bertemu dengan sahabat, ia kerap mengajak mereka untuk berbicara tentang iman. Abdullah adalah sosok yang senantiasa mengingatkan pentingnya kehidupan akhirat.

“Mendekatlah, mari kita bicara tentang keimanan sejenak!” Demikian ucap Abdullah bin Rawahah kepada para sahabat.

Abu Darda menjadi saksi semangat dakwah Abdullah bin Rawahah. “Aku berlindung kepada Allah dari datangnya hari, yang di dalamnya aku tidak ingat Abdullah bin Ruwahah. Setiap kali berpapasan denganku, ia terbiasa menepuk dadaku; setiap kali melihatku dari belakang, ia akan menepuk pundakku, lalu berkata, ‘Hai Uwaimir, duduklah dan marilah kita saling mengingat hadis tentang keimanan.’ Maka, kami pun duduk dan mengingat Allah, lalu ia akan berkata, ‘Hai Uwaimir, inilah majelis keimanan.”

Bahkan, masuk islamnya Abu Darda juga melalui wasilah dakwah Abu Rawahah. Sekembalinya dari Perang Badar, Abdullah mengunjungi rumah Abu Darda. Ketika memasuki rumah sahabatnya itu, pandangan Abdullah tertuju pada sebuah berhala yang biasa Abdu Darda sembah. Tanpa basa-basi lagi, Abdullah langsung menghancurkan berhala itu dengan kapaknya hingga menjadi serpihan kayu kecil.

Mengetahui kejadian itu, Abu Darda marah. Dengan tenang, Abdullah bin Ruwahah menjelaskan sesatnya keyakinan Abu Darda selama ini. la menyembah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan manfaat maupun mudarat.

Tindakan Abdullah itu membuat Abu Darda tersadar. “Seandainya patung itu memiliki kekuatan dan kebaikan pada dirinya, tentu ia bisa membela dirinya dari kerusakan,” ucap Abu Darda.

Setelah itu, ia minta Abdullah mengantarnya menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk bersyahadat.

Baca juga: Abdullah bin Jubair

Syahidnya Abdullah bin Rawahah

Ketika hendak memberangkatkan pasukan Perang Muktah, Rasulullah menunjuk tiga panglima secara berurutan. Mereka adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah.

Dalam pertempuran yang tidak seimbang dengan jumlah pasukan musuh mencapai 200.000, Abdullah berperan besar dalam meningkatkan moral pasukan muslim yang hanya berjumlah 3.000 orang. Ia menegaskan bahwa perjuangan mereka bukanlah karena kekuatan atau jumlah, melainkan untuk membela agama Allah. Ucapannya yang penuh keyakinan dan keberanian itu membakar semangat kaum muslim untuk terus maju melawan musuh meskipun tahu mereka berada dalam posisi sulit.

Saat di medan perang, setelah dua komandan utama, Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abu Thalib, gugur, Abdullah bin Ruwahah memegang panji dan melanjutkan perjuangan mereka dengan gigih. Dengan semangat yang membara, ia melantunkan syair penyemangat untuk dirinya sendiri. Abdullah bertempur hingga titik darah penghabisan dan akhirnya gugur sebagai syahid.

Baca juga: Abdullah bin Jahsy

Hikmah Kisah Abdullah bin Rawahah

Kisah keberanian dan pengorbanan Abdullah dalam perang Muktah tersebut tak hanya menginspirasi pasukan di medan perang, tetapi juga di Madinah. Rasulullah menyampaikan kepada para sahabat tentang kesyahidan Abdullah dan kedua sahabat lainnya, menggambarkan bagaimana ketiganya telah disambut di surga. Abdullah bin Ruwahah adalah lambang keberanian, kesetiaan, dan ketakwaan. Keberaniannya dalam bertempur, ketekunannya dalam bersyair untuk dakwah, serta ketakwaannya yang mendalam, menjadi teladan yang tak lekang oleh waktu.

Kisah hidup Abdullah bin Ruwahah adalah pengingat bahwa perjuangan dalam menegakkan agama Allah bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk melalui syair yang memotivasi dan menginspirasi. Abdullah bin Ruwahah adalah contoh sahabat yang menyeimbangkan keahlian di medan perang dan kecakapan dalam syair untuk membela Islam, memperlihatkan bahwa keindahan bahasa pun dapat menjadi senjata yang kuat. Hingga akhir hayatnya, Abdullah terus memberikan segalanya untuk meraih ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. [Kisah Hikmah]

Artikel sebelumnyaAbdullah bin Mas’ud: Betisnya Lebih Berat dari Gunung Uhud
Artikel berikutnyaAbdullah bin Salam: Pemuka Yahudi yang Jadi Sahabat Nabi