Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi: Sahabat yang Dikagumi Kaisar Romawi

0
abdullah bin hudzafah as sahmi
ilustrasi (Adobe Fiferly)

Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat yang namanya tercatat dalam sejarah sebagai utusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyampaikan dakwah Islam kepada Kisra Persia, penguasa adikuasa pada masanya.

Ia berasal dari suku Quraisy, keturunan Bani Sahmi, dengan ayah bernama Hudzafah bin Qais bin Adi bin Sa’d, dan ibu bernama Bintu Hurtsan dari Bani al-Harits bin Abdi Manat. Kisah hidupnya penuh keberanian, pengorbanan, dan keteguhan dalam mempertahankan iman, yang menjadikannya teladan bagi umat Muslim sepanjang masa.

Assabiqunal Awwalun

Abdullah bin Hudzafah adalah salah satu sahabat yang lebih awal menerima Islam. Ia termasuk assabiqunal awwalun. Ketika cahaya Islam mulai menyebar di tengah masyarakat Mekah, Abdullah dengan penuh keyakinan menerima risalah yang Rasulullah bawa.

Namun, perjalanan keimanan ini bukan tanpa rintangan. Ia harus meninggalkan tanah airnya dan berhijrah ke Habasyah dalam gelombang hijrah kedua, bersama saudara-saudaranya, termasuk Qais bin Hudzafah dan Khunas bin Hudzafah, serta istri saudaranya, Hafshah binti Umar bin al-Khattab.

Setelah Khunas gugur dalam perjuangan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian menikahi Hafshah sebagai bentuk penghormatan dan penjagaan atas keluarga sahabatnya.

Baca juga: Abdullah bin Jubair

Pengutusan ke Persia

Ketika Islam semakin kuat di Madinah, tepatnya setelah Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mulai mengirim utusan ke berbagai negeri, termasuk Persia.

Rasulullah memilih Abdullah bin Hudzafah untuk mengemban amanah penting ini, mengantarkan surat yang berisi seruan kepada Kisra Persia untuk memeluk Islam. Perjalanan ini penuh risiko, mengingat Kisra Persia adalah penguasa besar yang memiliki kekuasaan luas. Abdullah, dengan keberanian luar biasa, menjalankan tugas ini tanpa gentar.

Namun, sesampainya di istana Kisra, sambutan yang ia terima jauh dari harapan. Kisra menanggapi surat Rasulullah dengan penuh amarah, bahkan merobek surat yang Abdullah bawa. Mendengar tindakan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa, “Ya Allah, hancurkanlah kerajaannya.”

Tak lama berselang, doa itu terwujud; Kisra Persia dibunuh oleh anaknya sendiri, Sirweh. Peristiwa ini menjadi tanda bahwa siapapun yang menentang kebenaran Islam tidak akan memperoleh keberkahan.

Baca juga: Abdullah bin Jahsy

Dikagumi Kaisar Romawi

Di balik keberaniannya yang luar biasa, Abdullah bin Hudzafah adalah pribadi yang ceria dan memiliki selera humor tinggi. Para sahabat mengenalnya sebagai sosok yang suka bercanda, meskipun dalam situasi sulit sekalipun.

Hal ini terlihat ketika pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khattab, Abdullah ditugaskan untuk memimpin pasukan yang bertugas ke wilayah kekuasaan Romawi. Namun, Abdullah beserta 80 orang tentaranya tertawan oleh pasukan Romawi.

Kaisar Romawi yang tertarik pada keteguhan Abdullah mencoba berbagai cara untuk mengubah keyakinannya. Awalnya, sang kaisar menawarkan kebebasan dengan syarat Abdullah bersedia memeluk agama Nasrani. Namun, Abdullah menolak tawaran tersebut dengan tegas.

Kaisar berpikir keras bagaimana menaklukkan Abdullah. Ia kemudian menawarkan separuh kerajaan dan menikahkannya dengan putrinya. Abdullah tetap menolak. Keteguhannya membuat sang kaisar semakin penasaran sekaligus kagum pada komandan Islam di hadapannya tersebut.

Merasa kewalahan, Kaisar Romawi akhirnya memberikan tawaran yang lebih sederhana, yaitu mencium kepalanya sebagai tanda penghormatan dengan imbalan kebebasan bagi dirinya. Abdullah kemudian menjawab, “Baiklah, tetapi aku meminta agar seluruh tawanan Muslim juga dibebaskan.”

Terharu dan terkesan dengan keteguhan Abdullah, Kaisar Romawi akhirnya setuju. Abdullah mencium kepala sang kaisar demi kebebasan 80 orang Muslim, termasuk ia sendiri.

Ketika ia kembali ke Madinah, Khalifah Umar bin al-Khattab beserta para sahabat berdiri menyambutnya dengan penuh penghormatan, bahkan mereka bergantian mencium kepala Abdullah sebagai bentuk apresiasi atas pengorbanannya.

Baca juga: Abdullah bin Amr bin Al-Ash

Wafatnya Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi

Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi wafat di Mesir pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Sebagian riwayat menyebut ia wafat pada tahun 28 hijriyah. Namun ada juga yang menyebut 32 hijriyah atau 653 masehi di Mesir pada akhir masa pemerintahan Utsman bn Affan.

Meski tak banyak yang tahu kapan tepatnya ia meninggal, kisah keberanian, keimanan, dan keteguhannya dalam mempertahankan Islam tetap hidup dalam ingatan kaum Muslim. Abdullah adalah contoh nyata dari seorang sahabat yang siap mengorbankan segalanya demi Islam dan menjaga kehormatan sesama Muslim.

Baca juga: Abdullah bin Amr bin Haram

Hikmah Kisah Abdullah bin Hudzafah

Kisah Abdullah bin Hudzafah adalah sumber inspirasi yang kaya akan hikmah. Ia mengajarkan arti keberanian sejati, yaitu keberanian yang bukan sekadar mempertaruhkan nyawa, tetapi juga menjaga kehormatan dan martabat sebagai seorang Muslim. Abdullah juga mengajarkan pentingnya keteguhan dalam mempertahankan iman, bahwa cobaan dan tekanan bukan alasan untuk meninggalkan keyakinan yang telah tertanam dalam hati.

Keberanian Abdullah dalam menghadapi ancaman serta kecerdasannya dalam berdiplomasi menunjukkan kepiawaiannya sebagai seorang pemimpin. Dalam situasi genting, Abdullah tetap mampu berpikir tenang dan mengambil keputusan yang bijak demi kepentingan umat Islam.

Kisah ini juga mengingatkan bahwa seseorang harus selalu menjaga prinsip dan keyakinan, meskipun dalam kondisi yang sangat menantang. Abdullah menolak segala bentuk kompromi yang dapat mengikis keimanannya, bahkan ketika ditawari harta, wanita, dan tahta.

Dalam menghadapi segala ujian, Abdullah bin Hudzafah menunjukkan bahwa keimanan yang kokoh adalah kunci utama untuk menghadapi berbagai rintangan dalam kehidupan. Hingga kini, namanya dikenang sebagai salah satu pahlawan besar dalam sejarah Islam. Semoga Allah merahmatinya dan menempatkannya di tempat terbaik di sisi-Nya. [Kisah Hikmah]

Artikel sebelumnyaAbdullah bin Jubair, Komandan Pemanah yang Selalu Amanah
Artikel berikutnyaAbdullah bin Mas’ud: Betisnya Lebih Berat dari Gunung Uhud