Abdullah bin Mas’ud: Betisnya Lebih Berat dari Gunung Uhud

0
abdullah bin masud
ilustrasi (Adobe Fiferly)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berasal dari Bani Hadzili. Ayahnya adalah Mas’ud bin Ghafil bin Habib bin Syamakh. Sedangkan ibunya bernama Ummu Abdi binti Abdi Wudd bin Sawa.

Islam mengubah Ibnu Mas’ud yang tadinya budak dan penggembala menjadi sahabat yang luar biasa. Sekaligus menjadi ulama dan periwayat hadits yang tertulis sejarah dengan tinta emas sepanjang masa.

Masuk Islamnya Abdullah bin Mas’ud

Sejak menginjak usia remaja, Ibnu Mas’ud bekerja sebagai penggembala kambing. Suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu melewatinya dalam kondisi haus.

Rasulullah meminta susu kambing tetapi Ibnu Mas’ud dengan jujur mengatakan bahwa ia hanyalah penggembala, tidak berani memberikan susu kepada beliau berdua. Lalu Rasulullah minta ditunjukkan kambing betina yang belum pernah kawin. Lantas beliau mengusap puting kambing tersebut. Tiba-tiba, susunya memancar deras.

Rasulullah, Abu Bakar, dan Ibnu Mas’ud meminum susu kambing tersebut hingga kenyang. Kemudian beliau mengusapnya kembali dan kempeslah kembali.

Peristiwa ini membuat Abdullah kagum dan meyakini bahwa Nabi adalah utusan Allah yang sejati, hingga akhirnya ia bersyahadat dan masuk Islam.

Ibnu Mas’ud termasuk salah seorang assabiqunal awwalun, masuk Islam sebelum Umar bin Khattab. Abdullah dikenal dengan keteguhan iman dan keberanian dalam membela Islam di tengah lingkungan Quraisy yang keras. Ia memiliki keinginan yang kuat untuk mempelajari Al-Qur’an dan mendekatkan diri kepada Allah. Rasulullah mempercayakan tugas-tugas penting kepadanya.

Baca juga: Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi

Keberanian Menyuarakan Al-Qur’an

Sebagai seorang muslim yang memiliki tekad kuat, Ibnu Mas’ud tidak ragu untuk menunjukkan keyakinannya. Bahkan, ia dikenal sebagai orang pertama yang berani membacakan Al-Qur’an di depan umum, di hadapan kaum Quraisy di Makkah.

Ketika para sahabat berkumpul, Abdullah menawarkan diri untuk membacakan ayat-ayat Al-Qur’an di Masjidil Haram. Meski khawatir akan keselamatannya, ia tetap maju dengan keyakinan bahwa Allah akan melindunginya.

Dengan suara lantang, Abdullah membaca ayat-ayat suci di hadapan orang-orang Quraisy. Mendengar suaranya, mereka marah dan beramai-ramai menyerangnya hingga ia babak belur. Meski demikian, Abdullah tidak gentar.

Ketika kembali kepada para sahabat, ia bahkan menyatakan keinginannya untuk mengulangi aksinya keesokan harinya. Namun, para sahabat menyarankan agar ia berhenti, mengingat risikonya yang besar. Keberanian Abdullah yang tanpa gentar ini menunjukkan dedikasi dan kecintaannya terhadap Islam.

Baca juga: Abdullah bin Jubair

Pelayan Nabi yang Setia

Setelah Ibnu Mas’ud memeluk Islam, Rasulullah memberinya kesempatan untuk melayani beliau. Berubahlah ia dari seorang budak menjadi merdeka. Dari penggembala menjadi asisten Rasulullah yang setia.

Ibnu Mas’ud melayani Rasulullah dalam berbagai urusan, seperti memakaikan sandal, berjalan di belakang beliau, menutupi beliau ketika mandi, dan membangunkan beliau. Di kalangan para sahabat ia dikenal dengan sebutan shahib al-siwad wa al-siwâk, penyedia alat perang dan siwak.

Abdullah sangat teliti dan setia. Ia selalu berada di sisi Nabi. Rasulullah bahkan mengizinkan Abdullah untuk belajar langsung dari beliau, hingga Abdullah berhasil menghafal 70 surah Al-Qur’an dari Nabi tanpa ada yang menentang hafalannya.

Ibnu Mas’ud juga ikut dalam dua hijrah, yaitu ke Habasyah (Abyssinia) dan Madinah, serta turut berperang dalam perang besar seperti Badar, Uhud, dan Khandaq. Setelah wafatnya Rasulullah, Abdullah melanjutkan perjuangannya dalam ekspedisi Islam hingga ke medan perang Yarmuk.

Baca juga: Abdullah bin Jahsy

Ketekunan dalam Hadits

Sebagai seorang ahli ilmu, Abdullah menjadi rujukan bagi para sahabat dalam hal pengetahuan agama. Banyak sahabat besar seperti Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah yang belajar darinya.

Demikian pula para tabiin seperti Alqamah dan Ubaidah juga merujuk pada Ibnu Mas’ud untuk memahami Al-Qur’an. Ia mengajarkan kepada mereka dengan lembut, sehingga para sahabat mengakui keunggulannya dalam wawasan agama dan adab yang santun.

Ibnu Mas’ud juga selalu menjaga kedekatannya dengan Allah melalui zikir dan bacaan Al-Qur’an. Ketika malam menjelang, ia sering terdengar melafalkan zikir seperti suara lebah hingga waktu subuh.

Dedikasi Ibnu Mas’ud dalam ibadah dan keilmuan menjadi teladan bagi generasi selanjutnya. Selain mengajarkan Al-Qur’an, ia juga meriwayatkan 848 hadits. Umar bin Khattab pun menggelarinya sebagai “wadah yang dipenuhi ilmu.”

Baca juga: Abdullah bin Amr bin Al-Ash

Hikmah Kisah Abdullah bin Mas’ud

Sejarah hidup Abdullah bin Mas’ud mengajarkan kita tentang dedikasi, keberanian, dan kecintaan pada ilmu. Meski bertubuh kecil, ia memiliki semangat yang besar dalam menyebarkan Islam. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memuji kebaikannya dan menyatakan bahwa kelak di akhirat, betisnya yang kecil akan lebih berat timbangannya daripada Gunung Uhud.

Keberanian Abdullah untuk membacakan Al-Qur’an di hadapan kaum Quraisy yang penuh ancaman, serta ketekunannya dalam melayani Nabi, membuatnya menjadi figur pilihan dalam sejarah Islam.

Ketika sakit menjelang akhir hidupnya, Abdullah masih bersandar penuh kepada rahmat Allah dan tidak mengkhawatirkan kekayaan untuk keluarganya. Saat khalifah Utsman bin Affan mau memberinya harta untuk putri-putrinya, Ibnu Mas’ud menolak.

“Aku telah menyuruh putri-putriku membaca Surat Al-Waqi’ah setiap malam. Karena Rasulullah mensabdakan siapa yang membaca Surat Al-Waqiah setiap malam, niscaya kemiskinan tidak akan menimpanya,” tutur Abdullah bin Mas’ud.

Pada tahun 32 Hijriah, Abdullah bin Mas’ud wafat di Madinah dalam usia 67 tahun. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi dengan penuh penghormatan. Warisan ilmu, keberanian, dan keteladanan Abdullah bin Mas’ud terus hidup dalam ingatan umat Islam hingga hari ini. Ia adalah cermin dari seorang sahabat yang terdidik, teguh dalam iman, serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya. [Kisah Hikmah]

Artikel sebelumnyaAbdullah bin Hudzafah As-Sahmi: Sahabat yang Dikagumi Kaisar Romawi
Artikel berikutnyaAbdullah bin Rawahah: Membela Islam dengan Syair dan Pedang