Kematian akan datang tanpa diminta. Ia juga pasti menyapa tanpa kita jemput. Ialah kepastian yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala kepada siapa yang dihidupkan-Nya. Ialah proses hilangnya semua jenis kenikmatan yang tak mungkin diajukan, dan mustahil dimundurkan meski sekian mili detik.
Kematian akan menyambut kita sebagaimana kebiasaan yang dikerjakan. Meski ada juga kematian yang didatangkan dengan keadaan berkebalikan dari kebiasaan seseorang. Sebab itu, kita harus waspada dan mempersiapkan diri agar bisa mati dalam keadaan terbaik.
Kemarin, dalam sebuah pengajian, seorang Ustadz mengisahkan akhir hidup seorang tukang sabung ayam. Tak menyebut nama, sang penyabung adalah salah satu tetangganya. Ia yang memiliki kebiasaan buruk itu mati ketika dikejar polisi saat menjalanka aksi biadabnya itu.
Lebih tragis, sebab saat diurus jenazahnya, dari mulutnya tercium bau minuman keras. Rupanya, berdasarkan pengakuan salah seorang sahabatnya, “Ia terlebih dahulu menenggak minuman keras sebelum mengadu ayamnya.” Na’udzubillah.
Setelahnya, masih dari sang penceramah dalam pengajian di bilangan Buaran Indah Tangerang itu, beliau menceritakan salah satu tetangga dari saudaranya. Tetangga saudaranya itu, memiliki kebiasan buruk yang tak boleh ditiru, dan semoga Allah Ta’ala melindungi kita; ia memiliki kebiasaan buruk mengganggu janda. Innalillahi…
Lalu di akhir hayatnya, ketika seorang Ustadz dipanggil untuk mentalqin-nya, Allah Ta’ala menyiksanya dalam sakaratul maut yang menyengsarakan; memberontak di ruang tamu seraya menahan sakit yang tak tergambarkan.
Belum usai, ketika jasadnya berkalang tanah, ada tukang ojek yang menjadi saksi bahwa ia mendapatkan siksa sebab belum bertaubat menjelang wafatnya.
Detailnya, sosok yang bersaksi itu pulang dari ronda. Ia melewati pemakaman. Dari arah makam si mayat, terdengar suara keras seperti kasur yang dipukuli ketika dijemur. Ketika mendekat, suara itu semakin keras.
Demikianlah ajal. Bahwa siksa dan nikmat kubur itu ada. Dan sudah banyak bukti; terutama dari riwayat-riwayat shahih yang disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Kisah yang lain, masih dari sang penceramah, adalah air berbau busuk yang keluar dari liang kubur tergali bagi seorang jenazah. Mengherankan, sebab ketika itu musim kemarau, sawah pun kekeringan. Tapi, tiga kali menggali tanah, selalu didapati air berbau busuk tersebut.
Usut punya usut, sosok yang hendak dikubur itu, semasa hidupnya memiliki kebiasaan memindah patok penanda luas tanah; dipindahkan seenaknya agar tanahnya bertambah luas. Na’udzubillah tsumma na’udzubillahi min dzalik. [Pirman]