Ini pengalaman seorang guru ngaji amalkan Surat Al Waqiah setiap hari. Ia mengamalkannya setelah membaca hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memotivasi sahabat untuk membaca Surat Al-Waqiah setiap malam.
Hadits tersebut adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْواقِعَةِ كُلَّ لَيْلَةٍ لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةٌ أَبَدًا
Barangsiapa membaca surat Al Waqiah setiap malam, dia tidak akan tertimpa kemiskinan selama-lamanya. (HR. Abu Ya’la dan Ibnu Asakir)
Di antara sahabat yang mengamalkan ini adalah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Berpegang pada hadits ini, ia juga mengajarkarkannya kepada anak-anaknya. Karenanya, ketika Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu ingin memberikan harta untuk anak-anaknya, Ibnu Mas’ud menolaknya. Ia yakin, anak-anaknya tidak akan miskin dan karenanya tidak mau menerima bantuan dari khalifah.
Hari Pertama Amalkan Surat Al Waqiah
Guru ngaji tersebut yakin bahwa apa yang Rasulullah sabdakan pasti benar. Keyakinannya semakin kuat dengan amalan para sahabat. Kisahnya ada di beberapa buku sirah sahabat. Di antaranya, Shuwar min Hayaat ash Shahabat.
Apalagi banyak hadits lain yang menjelaskan keutamaan Surat Al-Waqiah. Kita bisa mudah menemukannya dalam kitab-kitab tafsir. Mulai dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Azhar, hingga Tafsir Al-Munir.
Salah satunya, hadits yang menyebut Surat Al Waqiah sebagai surat kekayaan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
سُوْرَةُ الْواقِعَةِ سُوْرَةُ الْغِنَى فَاقْرَؤُوْهَا وَعَلَّمُوْهَا أَوْلَادَكُمْ
Surat Al Waqiah adalah surat ‘kekayaan’. Maka bacalah Surat Al-Waqiah dan ajarkanlah kepada anak-anak kalian. (HR. Ibnu Murdawaih)
Anjuran Rasulullah untuk membaca Al Waqiah ini membuat guru ngaji tersebut bertekad untuk membacanya setiap hari. Tanpa menunda-nunda, ia pun mulai membacanya.
Sekira jam 9 pagi, datang beberapa tamu ke rumah beliau. Mereka adalah jamaah salah satu majelis taklimnya. Setelah meletakkan buah tangan, para tamu itu pun asyik mengobrol dengan sang ustadz. Tak terasa, sekitar satu jam berlalu. Saat berpamitan, salah seorang tamu menyerahkan amplop kepada tuan rumah.
Jumlahnya tidak ia sangka. Senilai separuh UMK sebuah kota wisata di provinsi tersebut pada tahun itu.
Tak berhenti di situ. Sorenya, guru ngaji tersebut mengisi pengajian di sebuah perusahaan. Singkat, hanya sekitar setengah jam. Pulangnya ia mendapat bisyarah yang jumlahnya sama dengan rezeki tadi pagi. Jadi, hari itu ia mendapat rezeki nomplok senilai gaji sebulan.
Baca juga: Kisah Khauf
Hari Kedua Amalkan Surat Al Waqiah
Esok harinya, keajaiban juga terjadi. Memang tidak berupa bisyarah atau hadiah langsung berupa uang. Namun, nilai rezekinya juga jutaan. Ini terjadi pada hari kedua ia amalkan Surat Al Waqiah.
Ceritanya bermula saat siang. Usai Zuhur, ia mendapati ada sebuah surat di bawah pintu rumahnya. Setelah ia lihat, ternyata surat pemutusan PGN. Pasalnya, sudah beberapa bulan ia telat membayar.
Untuk menyambungkan kembali PGN, info dari temannya, ia harus membayar seperti waktu pertama kali pasang. Ia mengingat-ingat, waktu itu habis sekitar Rp1,5 juta. Ditambah tunggakan dan dendanya, berarti ia harus mengeluarkan Rp2 juta.
“Baru kemarin dapat rezeki nomplok, sekarang sebagiannya harus pergi,” ucapnya. Ia husnuzhan, Allah memberinya rezeki banyak di antaranya untuk keperluan ini.
Tak lama kemudian, istrinya pulang. Istrinya ikut sedih mendapat kabar PGN dicabut. Lalu, ia mencoba kompornya.
“Lo, masih bisa ini,” katanya saat berhasil menyalakan kompor. “Mungkin tadi Mas panik jadi tidak bisa menyalakan kompornya.”
Sang suami mengingat-ingat mengapa tadi kompornya tidak bisa menyala. Namun, segera ia mengurus pembayaran tunggakannya. Beres. Ia bersyukur tidak kena biaya pemasangan sebagaimana tertera dalam surat pemutusan. Jaringan PGN-nya juga aman.
Baca juga: Kisah Nyata Sembuh dari Penyakit karena Doa dan Shalat Tahajud
Hari Ketiga dan Seterusnya
Hari-hari berikutnya, ia merasakan lebih banyak rezeki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak selalu berupa uang dalam jumlah banyak. Namun yang lebih penting adalah keberkahan dan kesyukuran.
Rezeki memang tidak hanya berupa harta. Kesehatan juga rezeki. kebahagiaan juga rezeki. Ketaatan dan istiqamah dalam keimanan juga rezeki. Bahkan, rezeki yang tertinggi.
Guru ngaji tersebut menuturkan, hal yang lebih penting dalam mengamalkan Surat Al Waqiah dan amalan-amalan lain adalah niat yang ikhlas untuk mencari ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Memang amalan tertentu ada keutamaan-keutamaan sebagaimana Allah firmankan dalam Al-Qur’an atau Rasulullah sabdakan dalam hadits-hadits beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun, tujuan utamanya haruslah ikhlas mencari ridha Allah, bukan mengejar keutamaan.
Mengapa meluruskan niat ini penting? Jangan sampai melakukan suatu amalan tujuannya mengejar dunia lalu di akhirat tidak mendapat apa-apa. Bahkan, masuk ke dalam neraka. Na’udzubillah.
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا . وَمَنْ أَرَادَ الْآَخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (QS. Al-Isra: 18-19)
Ayat ini, menurutnya, harus menjadi renungan mendalam. Khususnya bagi dirinya, dalam melakukan suatu amalan. Termasuk saat ia amalkan Surat Al Waqiah setiap hari atau setiap malam. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/Kisah Hikmah]