Abdullah bin Zaid bin Ashim, seorang sahabat Nabi yang berasal dari kalangan Anshar, adalah sosok yang memiliki keteguhan luar biasa. Berasal dari suku Khazraj, Bani Mazini, ia lahir dalam keluarga pemberani dengan kesetiaan yang kuat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ayah Pemberani, Ibu Mujahidah Sejati
Ayahnya, Zaid bin Ashim bin Ka’b, adalah pejuang tangguh. Ibunya, Nusaibah binti Ka’b al-Maziniyah yang lebih terkenal dengan nama Ummu Umarah, adalah sosok mujahidah yang tanpa gentar melindungi Rasulullah dalam Perang Uhud. Dalam peristiwa bersejarah itu, Ummu Umarah tak segan menjadi tameng hidup bagi Rasulullah dari serangan musuh.
Keberanian dan pengorbanan Ummu Umarah membuat Rasulullah mendoakannya agar menjadi pendamping beliau di surga. Doa inilah yang menjadi penyejuk bagi Ummu Umarah, meyakinkannya bahwa dunia tak lagi menjadi prioritas.
Seperti halnya keluarganya, Abdullah juga memiliki jiwa pejuang yang gigih. Pemilik nama kauniyah Abu Muhammad ini tercatat ikut serta dalam beberapa pertempuran penting bersama Rasulullah. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa Abdullah turut serta dalam Perang Badar.
Baca juga: Abdullah bin al-Za’bari
Pembuktian di Medan Uhud
Riwayat lain mengatakan bahwa ia bergabung pada Perang Uhud bersama ayahnya, Zaid bin Ashim, ibunya, Ummu Umarah, dan saudaranya, Habib bin Zaid. Di medan Uhud tersebut, Abdullah tetap berdiri teguh ketika sebagian besar orang melarikan diri karena besarnya tekanan musuh. Ia dan ibunya mendekati Rasulullah untuk menjadi pelindungnya.
Dalam suasana yang genting itu, Rasulullah memanggilnya dengan sebutan hangat, “Hai anak Ummu Umarah!” dan memintanya untuk segera membalut luka-luka sang ibu. Rasulullah kemudian berdoa, “Ya Allah, jadikan mereka berdua pendampingku di surga.”
Doa itu menjadi doa terindah bagi Ummu Umarah, yang kemudian berkata, “Setelah itu aku tak memedulikan dunia.”
Baca juga: Abdullah bin Umar bin Khattab
Jihad Jalan Surga
Masa-masa perjuangan Abdullah dan keluarganya menunjukkan bahwa untuk meraih surga, mereka rela membayar dengan nyawa. Ketika kesempatan untuk meraih syahid datang, keluarga Ummu Umarah tidak menundanya.
Perang Yamamah menjadi panggung baru bagi Abdullah dan ibunya untuk meneruskan semangat pengorbanan tersebut. Pada pertempuran ini, kaum muslimin di bawah pimpinan Khalid bin Walid berhadapan dengan Musailamah al-Kadzdzab, seorang nabi palsu yang telah menyebabkan banyak pertumpahan darah.
Musailamah bahkan membunuh Habib bin Zaid, saudara Abdullah bin Zaid, dalam upaya memaksanya untuk mengakui kenabiannya. Namun, Habib lebih memilih mati syahid daripada tunduk pada tuntutan Musailamah. Kehilangan inilah yang mengobarkan semangat Abdullah dan ibunya untuk ikut serta dalam pertempuran demi membalas kematian saudaranya.
Perang Yamamah menjadi saksi keteguhan hati Abdullah bin Zaid. Dalam pertempuran tersebut, Abdullah bersama para sahabat berjuang keras melawan pasukan Musailamah.
Dalam pertempuran sengit ini, akhirnya Musailamah berhasil dibunuh. Tubuh nabi palsu itu roboh ketika tiga senjata mematikan: pedang Abdullah bin Zaid, pedang Abu Dujanah, dan tombak Wahsyi bin Harb, bersatu menyerang tubuhnya. Kejatuhan Musailamah ini menjadi tanda kemenangan besar bagi kaum muslimin. Abdullah merasa puas bahwa kehormatan keluarganya telah terbalaskan, dan Ummu Umarah pun bersujud sebagai ungkapan syukur atas kehendak Allah yang telah memenangkan mereka.
Namun, jalan panjang Abdullah tidak berhenti di Yamamah. Pada akhirnya, ia gugur sebagai syahid dalam peristiwa Perang Hurrah di masa kekhalifahan Yazid bin Muawiyah pada tahun 63 Hijriyah. Perang ini adalah konflik besar yang mempertemukan banyak sahabat terkemuka dan keluarga Anshar dalam mempertahankan kehormatan dan kebenaran. Dalam perang ini, Abdullah bin Zaid bin Ashim mengorbankan hidupnya, meninggalkan kisah heroik yang tidak akan lekang oleh waktu.
Baca juga: Abdullah bin Salam
Hikmah Kisah Abdullah bin Zaid bin Ashim
Kisah Abdullah bin Zaid bin Ashim mengandung banyak hikmah yang dapat menjadi inspirasi bagi kita. Antara lain kesetiaan terhadap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kesediaan mengorbankan nyawa demi membela agama, serta keteguhan dalam menghadapi musuh adalah teladan yang sangat berarti.
Abdullah, ibunya Ummu Umarah, dan saudaranya Habib, semuanya menunjukkan bahwa untuk meraih keridhaan Allah dan surga, mereka siap membayar dengan segenap jiwa raga. Ini adalah pelajaran bagi umat Islam bahwa dunia dan kehormatan yang sejati hanya dapat diraih dengan pengorbanan dan keteguhan iman.
Semoga kisah perjuangan mereka tetap hidup dan menjadi inspirasi serta hikmah bagi generasi Islam sepanjang masa. Abdullah bin Zaid dan keluarganya adalah bukti bahwa kesetiaan dan keberanian adalah fondasi yang kokoh dalam menjaga kehormatan agama. [Kisah Hikmah]