Umar Mukhtar (عمر المختار) adalah nama besar yang membuat penjajah Italia hampir bangkrut karena perlawanan yang dikobarkannya di seantero Libya. Namanya yang sering ditulis Omar Mukhtar menjadi momok bagi Italia karena berhasil membangkitkan semangat jihad melawan imperalisme.
Tak ada yang bisa memastikan tanggal lahirnya. Herry Nurdi dalam buku Perjalanan Meminang Bidadari meyakinkan tahunnya 1864. Namun pendapat lain menyebut ia lahir pada 20 Agustus 1858.
Tak penting kapan Umar Mukhtar lahir. Yang lebih penting adalah perannya menjadi pemimpin mujahidin hingga namanya abadi dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Libya, bahkan menjadi inspirasi perjuangan umat Islam di seluruh dunia.
Penjajahan Italia atas Libya
Libya awalnya hidup dalam damai. Hingga pada tahun 1911, kapal-kapal Italia tiba di Pelabuhan Tripoli. Dikatakan, kapal-kapal itu untuk berdagang. Namun mereka kemudian mengirimkan ultimatum kepada Khalifah Turki Utsmani untuk menyerahkan Tripoli. Niat busuk Italia sebenarnya sudah terbaca sejak kongres 1878. Di kongres itu, Italia mengklaim Tripoli sebagai wilayah imperal mereka.
Khilafah Turki Utsmani menjawab ultimatum itu dengan tegas. Demikian pula rakyat Libya, menolak kehadiran penjajah di tanah mereka!
Mendapati penolakan itu, Italia dengan arogan membombardir Tripoli dengan bom-bom dari kapal selama tiga hari tiga malam. Italia menunjukkan wajah aslinya; kapal-kapal itu bukan kapal dagang tapi kapal militer yang bertujuan menjajah Libya.
Tahun 1912, Khilafah Turki Utsmani yang telah keropos karena di dalamnya banyak pejabat korup itu dipaksa menandatangani perjanjian di Switzerland. Tripoli diserahkan kepada Italia.
Namun, rakyat Libya menolak! Perlawanan bangkit. Sekuat tenaga rakyat Libya melawan penjajah Italia. Dan diam-diam Turki Utsmani mengirimkan senjata dan panglima-panglima pilihannya untuk membantu perjuangan rakyat Libya.
Umar Mukhtar Memimpin Mujahidin
Umar Mukhtar sebenarnya adalah seorang guru ngaji. Hidupnya sederhana. Namun mendapati negerinya dijajah, ia bangkit menjadi seorang gerilyawan dan kemudian memimpin perang.
Di tahun awal perjuangannya, Umar Mukhtar ditangkap Italia. Sebabnya, ada pengkhianat bangsa yang lebih memilih uang dan kekayaan.
Penjara tak meredupkan semangat juang. Justru menjadi tempaan bagi putra Farhat itu untuk mengumpulkan energi dan belajar strategi. Lepas dari penjara, perjuangannya memasuki fase berikutnya. Ia pun belajar agar terhindar dari tangan-tangan pengkhianat.
Umar Mukthar mulai dikenal dengan julukan singa padang pasir. The Lion of Desert. Jumlah pasukannya terus bertambah hingga mencapai 10.000 mujahidin. Jumlah itu sebenarnya tidak banyak dibandingkan pasukan Italia. Benito Musollini telah mengirimkan 400.000 pasukan ke Libya. Namun di hadapan pasukan gerilyawan pimpinan Umar Mukhtar dan di padang pasir Libya, 400.000 tentara Italia tak berarti apa-apa. Mereka dipecundangi.
Di tengah kesibukannya memimpin perang, Umar Mukhtar tidak meninggalkan amal pendidikannya. Ia masih menyempatkan mengajar mengaji anak-anak Libya. Ia masuk keluar kampung-kampung sekitar gunung yang menjadi markas perjuangannya mendidik generasi masa depan Libya.
Musollini semakin marah menerima berita kekalahan demi kekalahan pasukannya menghadapi Umar Mukhtar. Italia hampir bangkrut karena menanggung kebutuhan perang berkepanjangan. Ia ingin segera mengakhiri peperangan ini. Maka tindakannya semakin brutal. Dikirimnya pasukan untuk menculik, menangkap dan membunuh orang-orang Libya yang dianggapnya memiliki kedekatan dengan perlawanan.
Umar Mukhtar membalasnya dengan menyerang pos-pos militer Italia. Pasukan mujahidin juga memotong jalur suplai pasukan di gurun-gurun Libya.
Italia semakin frustasi. Maka mereka pun menangkap para penduduk dan menyiksanya. Banyak korban terbunuh padahal mereka warga biasa dan sama sekali tak terlibat perlawanan.
Baca juga: Nama Sahabat Nabi
Cara Licik Menangkap Umar Mukhtar
Semakin banyak penduduk tak berdosa yang disiksa dan dibunuh pasukan Italia. Rupanya itu cara mereka agar Umar Mukhtar mau berunding. Jika tidak, semakin banyak rakyat yang akan dibunuh.
Tahun 1929 dimulailah masa-masa perundingan itu. Umar Mukhtar tidak tega melihat banyaknya rakyat yang dibunuh atas alasan mencari dirinya. Maka ia memenuhi undangan perundingan tersebut.
Setahun kemudian, Italia yang merasa cara brutalnya berhasil melemahkan perjuangan rakyat Libya, meningkatkan skala terornya. Mereka menggiring secara massal rakyat Libya terutama dari wilayah Gebel ke kamp konsentrasi. Dibangun pagar kawat berduri sepanjang 300 kilometer untuk memenjarakan sekitar 100.000 orang di sana.
Kehidupan di kamp ini sangat mengenaskan. Tak hanya geraknya yang dibatasi, jika ada sesuatu yang menurut penjajah Italia salah, tak segan militer Italia menggantung mereka. Dalam sehari, sedikitnya 17 orang tewas di kamp itu. Ada yang dibunuh, namun yang paling banyak karena kelaparan, penyakit dan depresi.
Umar Mukhtar yang saat itu berusia telah berusia 72 tahun, semakin tak tega melihat rakyat Libya diperlakukan tak manusiawi. Pergerakan pasukannya juga semakin terbatas karena setiap kali mereka menyerang militer Italia, dibalas dengan pembunuhan atas rakyat sipil Libya. Hingga pada 11 September 1931, Umar Mukhtar ditangkap.
Baca juga: Syaikh Ahmad Yasin
Syahidnya Singa Padang Pasir
Melalui pengadilan yang sangat tidak adil, berbagai tuduhan dialamatkan kepada singa padang pasir agar bisa dihukum seberat-beratnya. Berhari-hari Umar disiksa dalam tahanan dalam kondisi tangan dirantai dengan rantai besar dan kaki dibelenggu. Bahkan pinggangnya juga diikat. Mereka sangat takut Umar Mukhtar meloloskan diri. Padahal usianya sudah setua itu.
Setiap kali diinterogasi dan disika, Umar memandangi mereka dalam-dalam. Sembari membacakan ayat-ayat Al Quran pesan kedamaian.
Penjajah Italia putus asa. Diambillah keputusan terakhir untuk mengakhiri hidup Umar Mukhtar dan mengakhiri perjuangan rakyat Libya.
16 September 1931, Umar Mukhtar dieksekusi. Ia digantung di tengah keramaian, dalam kondisi tubuhnya masih dirantai.
Sebelum digantung, ia minta waktu untuk shalat dua rakaat. Setelah shalat ia mengatakan, “Aku boleh mati, tapi perjuangan untuk meraih kemerdekaan, perjuangan melawan ketidakadilan dan keserakahan kaum imperalis, tidak boleh berhenti dan harus diteruskan.”
Mata rakyat Libya tak berhenti menatap detik-detik eksekusi. Seolah-olah waktu tertahan dan napas berhenti melewati detik-detik itu. Umar Mukhtar pun syahid dengan menyebut nama Allah.
Eksekusi Italia atas Umar Mukhtar membangkitkan protes di seluruh dunia. Seruan boikot produk Italia menggema di mana-mana. Di Indonesia, peci tarbus produk Italia dibakar dan sejak saat itu tak lagi dipakai. Haji Karim Oei membakar mobilnya, Fiat buatan Italia. Dan yang pasti, perjuangan rakyat Libya terus berkumandang seperti wasiat Umar Mukhtar. [Muchlisin/Kisahikmah]