Said bin Musayyab rahimahullah adalah ulama ternama dari generasi tabiin. Bahkan sahabat sekelas Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu mengakui kapasitas keilmuannya.
“Tanyakan masalah ini kepada Said, karena dia banyak belajar dari orang-orang shalih,” demikian kata Abdullah bin Umar saat ditanya sebuah permasalah pelik.
Tentu saja penghormatan tabi’in dan tabi’ut tabi’in kepada Said lebih besar lagi.
“Aku tidak pernah melihat orang yang paling mengetahui hukum halal haram selain dia,” kata Qatadah rahimahullah.
“Said bin Musayyab adalah orang yang paling mengetahui atsar (ucapan para sahabat) dan paling ahli dalam fiqih di zamannya,” kata Ali bin Husein rahimahullah.
Salah satu nasehat Said bin Musayyab yang patut diperhatikan oleh para pemuda yang menunda-nunda pernikahan adalah nasehatnya kepada Abdullah bin Wida’ah rahimahullah.
Abdullah bin Wida’ah adalah murid setia Said. Beberapa hari ia tidak terlihat di majlisnya. Saat bertemu, Said bertanya ada apa gerangan.
“Istriku sakit dan kemudian meninggal,” jawab Abdullah bin Wida’ah.
“Mengapa kamu tidak memberitahukan sakitnya, kami pasti akan menjenguknya. Mengapa pula kamu tidak memberitahukan wafatnya, kami pasti akan datang untuk sholat jenazah dan menghadiri pemakamannya,” kata Said.
“Wahai Abdullah,” lanjut Said. “Menikahlah. Jangan berjumpa dengan Allah dalam keadaan menduda.”
Inilah nasehat Said. Bahkan orang yang hidup sendiri setelah ditinggal istrinya wafat saja dinasehati untuk menikah. Apalagi yang sendiri karena belum menikah padahal usianya telah matang dan terus bertambah.
“Semoga Allah mencurahkan rahman-Nya kepadamu. Tetapi siapa yang mau menikah denganku, bukankah aku ini orang miskin?”
“Aku akan menikahkan putriku denganmu.”
Abdullah terdiam. Ucapan gurunya itu sangat mengejutkannya hingga tak mampu menjawab apa-apa.
“Mengapa kamu terdiam? Apakah kamu tidak setuju?”
“Bukan, tetapi derajatku tidak sebanding dengan putrimu.”
“Berdirilah, undang sekelompok sahabat Anshar.”
Hari itu juga akad nikah dilangsungkan. Setelah itu, Said bin Musayyab datang ke rumah Abdullah dengan membawa putrinya disertai seorang pembantu, sejumlah uang dan makanan.
Baca juga: Kisah Qabil dan Habil
Abdullah hampir tak percaya dengan apa yang terjadi. Ia dinikahkan dengan putri cantik dan shalihah, yang baru saja menolak lamaran putra mahkota. Maka ia memperbanyak syukur kepada Allah atas karunia-Nya itu. [Muchlisin BK/Kisahikmah]