Orang kafir akan mengingkari Allah Ta’ala dengan ragam dalih yang disebabkan ketidaktahuan dan kemalasannya dalam mencari kebenaran. Dalam al-Qur’an, orang kafir disebut dengan orang yang tersesat; dikasih nasihat atau tidak, mereka tidak akan beriman.
Sedangkan orang munafik, yang sebagian besarnya berasal dari orang Yahudi, adalah mereka yang ingkar, meski mengetahui. Sebabnya adalah kesombongan. Mereka enggan mengakui adanya Allah Ta’ala sebab merasa hebat, pandai, kuasa, dan bisa melakukan banyak hal.
Di dalam al-Qur’an, keduanya kelak akan mendapatkan siksa yang berat jika tetap dalam keyakinan sesatnya itu. Apalagi jika mereka menyebarkan paham yang dianut untuk mengajak teman sebanyak-banyaknya, maka siksanya berlipat ganda.
Di antara kesesatan yang mereka sebarkan adalah tentang adanya Allah Ta’ala. Mereka senantiasa menggugat, “Apakah Allah ada? Mana buktinya?” Dan sebagainya. Sayangnya, saat mengetahui jawabannya, mereka bukan meyakini, melainkan mengingkarinya sebab kesombongan yang bercokol di dalam hatinya.
Padahal, sebagaimana disebutkan dalam tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, orang Arab Badui saja bisa menjawab bahwa Allah Ta’ala benar-benar ada. Lantas, jika mereka yang terkenal terbelakang saja tahu, bukankah orang-orang kafir dan munafik lebih terbelakang dari orang-orang Badui?
Mari simak penuturan orang Arab Badui saat ditanya, “Apakah dalil yang menunjukkan dalil adanya Rabb?”
“Subhanallah,” seru orang Arab Badui, “Kotoran unta menunjukkan adanya unta, sedangkan jejak kaki menunjukkan adanya orang yang berjalan.” Lanjut mereka sampaikan tanya gugatan, “Bukankah langit mempunyai gugusan bintang? Bukankah bumi mempunyai jalan-jalan yang luas? Bukankah lautan memiliki gelombang?”
Terangnya menyindir, “Tidakkah yang demikian itu menunjukkan pada kalian akan adanya al-Lathiful Khabir (Yang Mahalembut lagi Maha Mengetahui)?”
Itulah jawaban orang Arab Badui. Mereka saja mengetahui dan bisa menunjukkan dalil amat pasti bahwa Allah Ta’ala benar-benar ada. Bahkan, adanya kita dengan seluruh anggota badan yang tersusun dari sel, jaringan, dan organ adalah bukti yang tidak bisa dielakkan.
Maka, ketika mentari sudah amat terang, tetapi masih saja yang berteriak berada dalam kegelapan, semoga saja Allah Ta’ala berikan hidayah kepadanya. Jika tidak, semoga Allah Ta’ala menggantinya dengan hati lain, atau melembutkan hatinya dengan siksa neraka, kelak di akhirat. Na’udzubillahi min dzalik. [Pirman]