Hidup itu dipergilirkan. Setelah nikmat di puncak, seorang hamba akan dipergilirkan untuk merasakan ujian di dasar lembah nestapa. Terus seperti itu, hingga terbukti, manakah yang paling benar imannya.
Jika saat ini tengah mengalami nikmat, janganlah bersikap jumawa. Jangan besar kepala. Bersyukurlah kepada Allah Ta’ala agar nikmat semakin bertambah.
Sebaliknya, jika tengah mengalami musibah, jangan berkecil hati. Jangan berburuk sangka kepada Allah Ta’ala. Selalu ada hikmah di balik musibah. Tiada satu pun musibah yang dialami, kecuali Allah Ta’ala siapkan kebaikan yang banyak di dalamnya.
“Anakku,” ujar Syeikh Abdul Qadir al-Jailani menyampaikan nasihat bijak, “musibah tidak datang untuk menghancurkanmu. Musibah hanya datang untuk menguji kesabaran dan keimananmu.”
“Musibah bagai ubupan bagi seorang hamba.” Ialah tungku api yang digunakan oleh seorang pandai besi untuk memisahkan logam utama dari karat. “Dia,” lanjut Syeikh Abdul Qadir al-Jailani mengacu pada orang-orang yang sedang mendapatkan musibah, “bisa keluar dari ubupan sebagai emas atau keluar darinya sebagai sampah.”
Jika musibah yang menimpa dihadapi dengan baik sangka dan senantiasa berada di dalam syariat-Nya, kesudahan bagi seorang hamba adalah kebaikan. Sebaliknya, jika musibah dihadapi dengan buruk sangka dan tindakan konyol berupa kekufuran, maka seorang hamba akan menjadi hama, sampah, karat, dan terjerumus ke dalam keburukan.
“Ketahuilah, jika bukan karena musibah, manusia pasti bersikap sembarangan, sewenang-wenang, dan zalim. Maka Allah Ta’ala melindunginya (hamba yang mendapat musibah) dari semua itu dengan musibah.” terang Syeikh Abdul Qadir al-Jailani sebagaimana dikutip oleh Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah.
Dengan musibah pula, Allah Ta’ala membersihkan kekotoran ruhani yang melekat dalam diri seorang hamba.
Sebagai akhiran, Syeikh Abdul Qadir al-Jailani mengingatkan, musibah tidak selalu berbentuk keburukan. Bahkan, kebaikan pun bisa bermetamorfosis menjadi musibah jika tidak disikapi dengan bijak sebagaimana yang diperintahkan oleh syariat.
Syeikh Abdul Qadir mengakhiri nasihat emasnya ini dengan mengutip sebuah syair,
Sesekali Allah Ta’ala beri nikmat berupa musibah berat
Allah Ta’ala pun kadang uji seseorang dengan aneka nikmat.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]