Dalam menjelaskan amarah, Kiyai Haji Muhammad Arifin Ilham membagi manusia ke dalam empat jenis. Dalam penjelasan yang dibukukan dengan judul Mutiara Hikmah Facebook 1, beliau menjelaskan adanya satu jenis marah yang termasuk sebaik-baiknya marah. Bahkan, jika seorang Muslim tidak marah, mereka disebut keledai sebagaimana penjelasan Imam asy-Safi’i Rahimahullahu Ta’ala.
Dua jenis kemarahan yang pertama ini termasuk marah yang buruk. Ialah orang yang cepat marah tapi cepat sadar serta orang yang lambat marah dan lambat sadar.
Jenis ketiga merupakan marah terburuk ialah orang yang cepat sekali marah, mudah marah-marah, akan tetapi sangat lambat dalam menyadari bahwa kemarahannya itu merupakan keburukan.
Sedangkan golongan keempat, dan ini merupakan kelompok yang terbaik adalah mereka yang lambat marah, tapi sangat cepat dalam menyadari kemarahannya. Lebih lanjut, dai kelahiran Banjarmasin ini menjelaskan, “Mereka marah untuk mengingatkan dan segera memohon maaf atas kemarahannya.”
Jika orang tersebut tidak marah, tutur beliau mengutip penjelasan Imam asy-Syafi’i Rahimahullah, “Jika ada sesuatu yang pantas dijadikan alasan (syar’i) untuk marah, tetapi dia tidak marah, itulah keledai. Yang demikian itu menurut penjelasan Imam asy-Syafi’i. Inilah marah terbaik. Ialah marahnya orang yang beriman karena rasa sayang.” pungkas pimpinan Majlis az-Zikra menjelaskan.
Kemarahan terbaik ini disematkan kepada kaum Muslimin yang marah saat ada aturan Allah Ta’ala dilanggar. Sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam yang tidak pernah marah karena urusan pribadi atau keluarga, tapi marah ketika Allah Ta’ala dan syariat-Nya dilecehkan.
Dalam lingkup pribadi, seharusnya hal ini bisa kita lakukan dalam keseharian. Cobalah melakukan muhasabah terhadap semua perbuatan yang kita lakukan sepanjang hari, dari bangun tidur hingga tertidur lagi.
Sepanjang itu, ada berapa banyak aturan Allah Ta’ala yang kita dustai, ada berapa banyak sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam yang luput kita lakukan. Jika demikian, marahlah kepada diri Anda sendiri, semarah-marahnya, lalu bergegaslah bertaubat dan meminta ampun kepada Allah Ta’ala.
Jika lingkup terkecil ini sudah bisa kita dawamkan, berupayalah untuk beranjak menuju lingkup yang lebih besar, keluarga yang kita cintai. Adakah pelanggaran syariat yang terjadi di rumah kita? Bagaimana cara menyikapinya?
Ingat baik-baik, marah itu bagian dari pendidikan jiwa. Jangan mudah marah, tapi jangan pula tak pernah marah ketika ada aturan-aturan Allah Ta’ala yang dikhianati.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]