Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu adalah tokoh fenomenal. Kisah Umar bin Khattab adalah kisah yang tak pernah habis hikmahnya.
Beliau sahabat Rasulullah yang kepemimpinan dan pengaruhnya diakui bukan hanya oleh umat Islam namun juga tokoh non muslim. Karya monumental Michael H Hart yang berjudul The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History menjadi salah satu buktinya.
Hart menempatkan nama Umar bin Khattab sebagai salah seorang dari 100 tokoh paling berpengaruh di dunia sepanjang sejarah. Sedangkan peringkat pertama, dengan penuh kejujuran Hart menempatkan Muhammad Rasulullah.
Dalam The 100, Umar dimasukkan sebagai salah seorang tokoh paling berpengaruh di dunia sepanjang sejarah karena di bawah kepemimpinannya, ia mampu mencapai perluasan wilayah Islam yang fantastis.
Kepemimpinan Umar yang sangat efektif demikian mempengaruhi manusia sehingga umat Islam mencapai futuhat yang luar biasa. Sedangkan kalangan non muslim waktu itu, mereka segan dan hormat kepada Umar.
Salah satu keistimewaan kepemimpinan Umar bin Khattab, selain keteladanan, adalah doa. Kisah Umar bin Khattab yang diabadikan Ibnu Qutaibah rahimahullah dalam Al Imamah was Siyasah menunjukkan bagaimana doanya dengan izin Allah membuat orang-orang yang semula benci berubah menjadi sangat mencintai Umar.
Baca juga: Kisah Anak Durhaka
Setelah dipilih Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu menggantikan beliau sebagai khalifah kedua, mayoritas umat sami’na wa atha’na membaiat Umar. Namun, ada sejumlah pihak yang tidak menyukainya terutama karena takut Umar akan otoriter dan bertangan besi.
Suatu hari saat duduk di kursi khalifah di dalam masjid, seseorang datang menghampiri.
“Wahai Amirul Mukminin, bolehkah aku mendekat padamu? Aku ada keperluan?” kata lelaki itu seperti dikutip Ibnu Qutaibah.
“Tidak,” jawab Umar. Mungkin waktu itu ia tengah memikirkan perkara yang serius atau sedang bertafakur.
“Kalau begitu akau akan pergi dan Allah akan membuatku tak lagi butuh padamu.”
Sebelum lelaki itu pergi, Umar memanggilnya. “Apa keperluanmu?”
“Orang-orang membencimu. Mereka tak menyukaimu,” rupanya ia hendak melaporkan hal itu.
“Mengapa mereka membenciku?”
“Karena mulut dan tongkatmu.”
Mendengar itu, Umar lantas menengadahkan tangan ke langit. “Ya Allah, jadikanlah mereka mencintaiku dan aku mencintai mereka.”
Lelaki itu kemudian bercerita, “Belum sampai Umar menurunkan tangannya, aku tidak menemukan orang lain di muka bumi yang lebih aku cintai daripada Umar.”
Ibnu Qutaibah juga menuturkan kisah lainnya. Sewaktu mendengar Abu Bakar sakit, penduduk Syam khawatir ia akan wafat dan kemudian khalifah dipegang oleh Umar. Ketika Umar benar-benar menjadi khalifah, mereka pun mengutus perwakilan untuk datang ke Madinah.
“Bagaimana kabar penduduk Syam?” tanya Umar kepada utusan tersebut.
“Mereka sehat dan shalih. Namun mereka tidak menyukaimu pemerintahmu. Dan mereka takut syirik. Karenanya mereka mengutus kami untuk melihatmu apakah engkau sosok yang manis atau pahit.”
Umar bin Khattab menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa: “Ya Allah, jadikanlah mereka mencintaiku dan aku mencintai mereka.”
Usai doa itu, penduduk Syam mencintai Umar. Bahkan seluruh jazirah Arab mencintainya sehingga ia memerintah selama 10 tahun tanpa gejolak internal.
Baca juga: Doa Iftitah
Wahai para pemimpin hari ini, sudahkah Anda berdoa saat ada orang-orang yang tidak menyukai Anda?
Wahai para guru, sudahkah kita berdoa saat ada murid yang tidak menyukai kita?
Wahai para ayah, sudahkah kita berdoa saat anak-anak kurang mencintai dan kurang dekat dengan kita?
Wahai para suami, sudahkah kita berdoa saat istri tidak menyukai beberapa hal dalam diri kita?
Semoga kisah Umar bin Khattab ini menjadi ibrah dan membawa hikmah bagi kita. Bahwa doa adalah bagian dari solusi. Bahkan ia adalah solusi utama sebab pada hakikatnya kita tidak mampu mengubah hati. Yang bisa mengubah dan membolak-balikkannya adalah Allah. Maka berdoalah kepadaNya. [Muchlisin BK/Kisahikmah]