Ia adalah perempuan, tua, keriput, berwajah seram, cerewet, dan pengkhianat suami. Namun, ia mengenakan banyak sekali perhiasan di sekujur badannya. Alhasil, banyak pasang mata yang tertarik, mencintai, hingga tergila-gila dan berhasrat mengawininya.
Selain kenakan perhiasan di sekujur badan, ia juga berupaya menutupi semua keburukan yang ada di dalam dirinya. Ditutup rapat. Agar tiada seorang pun yang mengetahuinya. Sebab, jika tahu, banyak orang waras yang akan serta merta meninggalkannya. Meskipun, banyak pula yang akan terus tergila-gila dengan segala pesona palsunya.
Ketika orang-orang yang tertipu itu tergila-gila hingga berhasrat mengawininya, perempuan tua ini berkata, “Jika engkau ingin kawin denganku, maharnya adalah kau tinggalkan akhirat.” Pasalnya, meski keduanya dimadu, jika calon suami masih memiliki cita-cita kepada akhirat, maka keduanya mustahil untuk bersatu dalam satu mahligai.
Bagi yang mengerti, ia akan segera meninggalkan si perempuan. Apalagi jika mereka memahami bahwa akhirat adalah puncak nikmat jika berhak atasnya surga. Sedangkan meninggalkan akhirat adalah pangkal keburukan bagi seorang hamba.
Namun, banyak yang buta sebab cinta kepada perempuan tua itu. Mereka pun memberikan mahar yang diminta oleh wanita tua ini seraya berkata, “Tidak apalah. Demi hubunganku dengan sang kekasih.”
Lalu, terjadilah perkawinan itu. Keduanya pun masuk ke dalam ruangan yang hanya dihuni berdua. Saat itulah, si perempuan tua membuka semua tabir yang menutupinya. “Ketika penutup kepala dilepas dan pakaian si wanita dibuka,” terang Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam ‘Uddatush Shabirin, “terlihatlah tubuh sang nenek yang penuh dengan penyakit menjijikkan.”
Banyak yang tak tahan. Lalu bergegas menceraikan wanita tua ini. Bagi mereka yang menceraikan ini, “Kehidupannya menjadi lapang.” Sedangkan lainnya, ada yang memilih untuk terus melanjutkan kehidupan rumah tangga dengan si wanita. Hasilnya, ketika malam pertamanya belum usai, ia sudah memekik dan menjerit dengan penuh penyesalan.
Andai kita pahami, perempuan tua dengan segala jenis keburukan yang ditutupinya ini adalah perumpaan dunia. Sedangkan mereka yang nekat mengawininya adalah manusia-manusia yang memiliki obsesi tinggi terhadap segala pernak-perniknya. Alhasil, mereka mencintai dunia dan takut mati.
Di tengah jalan, banyak yang sadar dan bertaubat. Tetapi, banyak pula yang melanjutkan karena satu dan lain hal. Mereka yang melanjutkan inilah kelak yang akan menyesal, pun ketika malam pertama di alam kubur baru dimulai. [Pirman/Kisahikmah/’Uddatush Shabirin]