Ditinggal Istri Sebelum 3 Bulan Pernikahan, Ini Balasan Atas Kesabaran Suami

0
Menikah (ilustrasi liputan6.com)

Di sebuah kesempatan, suami bercerita tentang kisah pernikahan seseorang. Si fulan baru saja menikah untuk kedua kalinya. Ia adalah seorang duda tak memiliki anak. Ia memberanikan diri menikah lagi setelah 5 tahun berlalu dalam kesendirian.

Pernikahan pertamanya hanya bertahan kurang dari tiga bulan. Saya langsung saja bertanya kepada suami, apa gerangan yang menyebabkan pernikahan berjalan amat singkat. Bukankah di awal pernikahan lazimnya sepasang suami istri sedang bahagia-bahagianya?

Istri si fulan tidak bisa menerima kekurangan pasangannya. Sebuah kekurangan yang dianggap fatal bagi sebagian besar orang. Si fulan ‘sakit’ dan sang isteri khawatir tidak akan bisa memiliki anak jika terus bersama dengan lelaki itu. Wanita itu pun khawatir tidak akan merasakan apa yang biasa orang sebut sebagai ‘surga dunia’. Sang istri memutuskan pergi meninggalkan suaminya dan tak mau kembali.

Inti Pernikahan

Setelah digali dengan saksama, sebab utama dari perceraian pasangan tersebut adalah bermasalahnya komunikasi di antara pasangan. Tidak seharusnya sang istri pergi tanpa bermusyawarah terlebih dahulu. Mereka harus duduk berdua dan membicarakan solusi dari masalah tersebut. Bukan mengambil keputusan sepihak. Sebab menikah artinya tidak sendiri lagi. Ada orang lain yang sudah menjadi bagian dari hidup yang perlu dijaga perasaannya.

Tapi bukankah wajar jika wanita itu pergi sebab alasannya adalah jima’ yang merupakan inti dari sebuah pernikahan?

Saya menggeleng kuat.

Menurut saya, inti sebuah pernikahan bukanlah memiliki keturunan. Sebab jika demikian, maka sudah pasti pernikahan Rasulullah dengan Aisyah tidak akan berujung bahagia. Tapi kenyataannya, apa yang kita baca hari ini pada banyak sirah adalah gambaran keluarga yang harmonis dan romantis meski Nabi tidak memiliki anak dari Aisyah.

Banyak hadits tentang indahnya pernikahan yang diriwayatkan oleh Aisyah. Seperti kebiasaan Rasulullah yang bersandar pada pangkuannya, tentang Rasulullah yang menggendong Aisyah di punggungnya, atau saat mereka jalan-jalan malam berdua sambil bergandengan tangan.

Inti sebuah pernikahan hanya satu, yakni menambah ketaatan kepada Allah.

Tujuan pernikahan boleh banyak; memiliki keturunan, memiliki pasangan yang rupawan, memiliki kekayaan, dan lain sebagainya. Tapi intinya hanya untuk meningkatkan ketaatan masing-masing individu kepada Allah.

Bukankah manusia diciptakan untuk beribadah? Maka menikah haruslah menjadi wasilah sepasang manusia agar bertambah baik ibadahnya, bertambah banyak amalan shalihnya, bertambah ketaatannya. Jika setelah menikah keduanya tidak bertambah taat bahkan bertambah jauh dari Allah, maka pernikahan itu bisa disebut pernikahan yang gagal.

Alhamdulillah, si fulan bahagia bersama istri keduanya. Sekarang, istrinya tengah mengandung.

Masya Allah. Bukankah setiap penyakit ada obatnya? Maka mintalah pertolongan hanya kepada Allah.

Wallahua’lam. [Huda]

Artikel sebelumnyaAgar Tidak Terhina Dunia Akhirat karena Hutang, Lakukan 7 Hal Ini
Artikel berikutnyaBegini Cara Tabi’in 40 Tahun Puasa Sunnah Tanpa Diketahui Istrinya