Generasi tabi’in adalah generasi terbaik setelah para sahabat. Banyak keteladanan menakjubkan yang mereka wariskan. Termasuk dalam merahasiakan ibadah agar terjaga keikhlasan.
Daud bin Abi Hindun rahimahullah adalah salah satunya. Ulama tabi’in ini berusaha keras menjaga ikhlas dengan merahasiakan amal-amal sunnahnya.
Ia puasa sunnah selama 40 tahun tanpa diketahui oleh istrinya. Bagaimana bisa? Bagaimana cara ia merahasiakannya?
Daud bin Abi Hindun adalah seorang pedagang sutera. Setiap hari, ia berangkat pagi-pagi ke pasar dan pulang pada sore harinya. Istrinya membawakannya bekal makanan dari rumah. Namun, makanan itu disedekahkan di jalan. Lantas ia berbuka di rumah, makannya bareng dengan keluarga.
Istrinya menyangka Daud makan di pasar. Sementara rekan-rekannya sesama pedagang menyangka Daud makan di rumah.
Tidak ada yang tahu Daud sedang berpuasa kecuali setelah tahu Daud tidak makan di rumah, tidak makan di pasar, dan di jalan ia menyedekahkan bekalnya.
Tabi’in lain yang juga melakukan amalan serupa adalah Amru bin Qais al Mula’i rahimahullah. Ia menjalankan puasa sunnah selama 20 tahun tanpa diketahui istrinya.
Amru memiliki toko. Seperti Daud, ia juga berangkat pagi dan pulang sore. Bekal yang dibawakan istrinya pun disedekahkan di jalan.
“Ikhlas itu memurnikan amalan dari perhatian makhluk,” kata Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam Madarijus Salikin, “menjauhkannya dari perhatian makhluk, bahkan dari dirinya sendiri.”
Para tabi’in itu demikian gigih menjaga keikhlasan dengan menjauhi popularitas. Maka mereka bersungguh-sungguh agar amalnya tak diketahui orang lain.
Hari ini, betapa senangnya kita dipuji. Betapa senangnya perbuatan baik kita diketahui orang lain. Bahkan dilihat-lihatkan, ditunjuk-tunjukkan.
Jika memperlihatkan dan menunjukkan kebaikan agar dipuji orang, itulah riya’. Dan adanya media sosial, memfasilitasi riya’ kita semakin mudah dilakukan.
Jarang qiyamul lail, begitu qiyamul lail sekali langsung dipamerkan. Jarang sedekah, begitu sedekah langsung dipamerkan.
Mengingatkan apa pernah dikhawatirkan oleh Fudhail bin Iyadh rahimahullah: “Kita pernah menjumpai orang-orang yang riya’ dengan amalnya. Namun sekarang, orang malah berbuat riya’ dengan apa yang tak dikerjakannya.” [Muchlisin BK/Kisahikmah]