Bantahan atas Tuduhan bahwa Nabi Yahya tidak Memiliki Kemaluan

0
ilustrasi @ansharusyariah

Setelah Allah Ta’ala menerima nadzar Hannah binti Faqudz, Maryam pun diamanahkan kepada Nabi Zakariyya. Harapannya, Maryam akan banyak berinteraksi dengan Nabi Zakariyya dan mengambil banyak ilmu darinya.

Ketika Nabi Zakariyya memberikan satu tempat khusus berupa mihrab untuk Maryam, setiap kali mendatangi Mihrab tersebut, didapatilah di samping Maryam buah-buahan dari surga. Di sisinya terdapat buah-buahan musim panas meskipun ketika itu musim dingin. Dan, sebaliknya.

Karena keutamaan yang Allah Ta’ala berikan kepada Maryam itulah, Nabi Zakariyya berhajat untuk memiliki seorang anak. Padahal, usianya sudah tua. Begitupun dengan istrinya. Bahkan, sang istri disebutkan ‘Aqir (mandul).

Meski demikian, Nabi Zakariyya optimis dengan senantiasa berdoa agar dikaruniai anak seraya memperbanyak tasbih dan tahmid di sepanjang waktu; pagi, siang, sore, hingga malam hari.

Maka atas karunia Allah Ta’ala, dari rahim sang istri lahirlah seorang putra yang kelak diberi nama Yahya. Artinya, menurut Qatadah, “Allah Ta’ala menghidupkannya dengan keimanan.”

Di antara sifat Nabi Yahya yang disebutkan dalam al-Qur’an adalah حَصُورًا Hashuran (Yang menahan diri). Banyak orang di zaman itu yang menafsirkan kata ini sebagaimana dituturkan oleh Imam Ibnu Katsir, “Di antara mereka menyebutkan bahwa Yahya tidak memiliki kemaluan.”

Apakah makna sebenarnya?

Pendapat ini amat ditentang oleh para ahli tafsir terkemuka dan ulama’ yang kritis. Di antara mereka mengatakan, “Penafsiran seperti itu merupakan suatu kekurangan dan aib serta sangat tidak layak bagi para Nabi ‘alaihis salam.”

Yang benar, lanjut Ibnu Katsir menerangkan, “Bahwa Nabi Yahya disebut ma’shum; terpelihara dari perbuatan dosa. Yahya ‘alaihis salam dibentengi dari dosa.”

Orang yang buta hatinya juga menafsirkan bahwa Nabi Yahya tidak mampu menikah. Maka Imam Ibnu Katsir membantahnya dengan mengatakan, “Kema’shuman Yahya tidak menghalangi dirinya untuk menikahi, mencumbui, dan menjadikan hamil wanita yang halal baginya.”

Dan, pendapat ini diperkuat dengan doa Nabi Zakariyya yang berbunyi:

رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ

“Berikanlah kepadaku dari sisi-Mu seorang anak yang baik.” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 38)

“Seolah-olah,” lanjut Ibnu Katsir, “Zakariyya mengucapkan, ‘Berikan kepadaku seorang anak yang memiliki anak cucu, keturunan dan pengganti.’”

Maha benar Allah Ta’ala dengan segala firman-Nya. Dan celakalah orang kafir yang menafsirkan ayat-ayat Allah Ta’ala sesuka hatinya. [Pirman]

Artikel sebelumnyaMengapa Semua Bayi Menangis ketika Dilahirkan?
Artikel berikutnyaMengapa Allah Ta’ala Memilih dan Mensucikan Maryam binti ‘Imran?