Kepada salah satu sahabat mulianya, Abu Dzar al-Ghifari, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan wasiat agung terkait kunci kesuksesan hidup dan kebahagiaan di akhirat. Dalam wasiatnya itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan dua amalan ringan yang membuahkan pahala agung bagi pelakunya, kelak di akhirat.
“Aku,” tutur Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lembut, bertenaga, “berwasiat kepada kalian agar berakhlak baik dan tidak banyak bicara. Keduanya adalah amalan yang paling ringan untuk dilakukan oleh tubuh. Tetapi, dua hal itu nilai pahalanya akan memberatkan di timbangan kebaikan, kelak di akhirat.”
Menyempurnakan akhlak manusia merupakan misi utama diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada umat manusia. Ialah akhlak yang paling sesuai dengan karakter asasi manusia, yang landasannya adalah al-Qur’an al-Karim, as-Sunnah ash-Shahihah, dan teladan para sahabat, tabi’in, dan pengkiut tabi’in serta ulama-ulama setelahnya. Akhlak yang mulia, dalam banyak riwayat disebutkan sebagai salah satu amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala.
Salah satu poin penting dari akhlak yang mulia ialah diam, tidak banyak bicara. Ialah mampu memosisikan diri untuk mengatur pembicaraan. Jika baik, bersuara. Saat tak mampu menyampaikan kebaikan, diam adalah yang terbaik.
Disebutkan dalam sebuah riwayat oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Bayhaqi, Imam ad-Darimi, dan Imam at-Tirmidzi dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Barang siapa yang memilih (diam), akan selamat.”
Dalam riwayat lain dari sahabat mulia Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga menegaskan bahwa diam merupakan amalan mulia, sebab banyak bicara memiliki kecenderungan menjerumuskan pelakunya ke dalam binasa, dosa, siksa, dan neraka.
Maka, sebagaimana petuah agung Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, berkatalah yang baik atau diamlah. Diam juga disebut sebagai amalan yang paling mulia sebagaimana diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamit. Sahabat mulia Muadz bin Jabal bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Nabiyullah, amalan apakah yang paling utama?”
Sang baginda menjawab, “Diam, kecuali dari hal kebaikan.”
Di zaman ini, semua orang bisa berbicara apa saja, kapan saja, di berbagai kanal informasi. Tanpa memperhatikan validasi dan kebenaran informasi, masing-masing orang merasa layak untuk mengatakan apa pun yang didapatkan dari orang lain, pun jika sumbernya tak jelas.
Maka dua hal ini, sebagaimana sabda Nabi dari sahabat Abu Dzar al-Ghifari, sangat benar di masa kini. Masa ketika semua orang menuntut untuk biacara dan didengar kalamnya, maka dua amalan ini benar-benar paling ringan di tubuh dan dijanjikan pahala agung bagi pelakunya. Akan tetapi, amat berat untuk melakukannya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]