Setiap pemimpin akan diminta untuk bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Baik ia seorang pemimpin dirinya sendiri, kepala rumah tangga bagi seluruh anggota keluarganya, pemimpin di masyarakat, kepala desa, pemimpin di sebuah kecamatan, kota, kabupaten, provinsi, bahkan sebuah negara.
Di mana dan sebagai apa pun kita saat menjadi pemimpin, janganlah bersikap zalim. Berlakulah dengan adil sesuai kemampuan terbaik yang dimiliki. Sebab para pemimpin zalim pasti mendapatkan akhir kisah yang amat mengenaskan, dan kegetiran hidupnya akan senantiasa dibicarakan oleh umat manusia hingga akhir zaman.
Namanya Adhudud Daulah bin Buwaih. Di dalam bukunya, Kisah-Kisah Inspiratif, Dr ‘Aidh al-Qarni menyebutkannya sebagai seorang pempimpin besar yang berlaku zalim.
Suatu ketika, dia mengumpulkan banyak pembesar kerajaan. Mereka duduk mengelilingi sang penguasa sembari menenggak minuman yang memabukkan, khamr. Beberapa jenak setelah mereka memulai minum, hujan turun dengan lebat.
Lantas sang pemimpin zalim ini menyenandungkan syair yang menunjukkan kepongahannya.
Tidaklah meminum khamr lebih indah, kecuali di waktu hujan turun
daripada ditemani wanita genit lagi bermata jeli
Adhudud Daulah, pemimpin umat manusia
Hakim umat dan penakluk takdir
Sombong adalah selendang Allah Ta’ala dan sifat-Nya yang mulia. Tak seorang pun makhluk yang dibiarkan bersikap sombong. Iblis menjadi bukti, betapa Allah Ta’ala lekas menyampaikan azab kepada hamba-Nya yang bersikap sombong.
Setali tiga uang dengan iblis, Fir’aun, Namrud, Qarun, Haman, dan seluruh manusia yang berlaku sombong mendapatkan nasib yang mengenaskan. Mereka ditimpa azab yang menyesakkan dada hingga merenggut nyawanya dalam keadaan yang paling buruk.
Terkait Adhudud ini, Dr ‘Aid al-Qarni melanjutkan penuturannya, “Allah Ta’ala pun menimpakan penyakit, kehinaan, dan kemiskinan kepadanya. Dia mati dalam keadaan terpuruk, hati yang tersiksa, dan seburuk-buruk tempat kembali.”
Mari memeriksa hati. Jangan biarkan sombong bersemayam, meski seberat biji sawi yang paling ringan. Enyahkan sikap buruk itu dengan senantiasa berdzikir kepada Allah Ta’ala, menyadari asal penciptaan, kesalahan diri, kotornya badan, dan akhir yang akan dihadapi setelah kematian.
Tidaklah sombong seorang hamba yang mengenakan pakaian terbaik, sebab menunjukkan karunia Allah Ta’ala kepada makhluk dengan niat kebaikan adalah ibadah. Tetapi mereka yang menolak nasihat dan merasa benar itulah kesombongan yang sesungguhnya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]