7 Syarat Agar Tetangga Berbuah Surga

0
ilustrasi @activerain.com

Mari mundur sejenak, melihat kehidupan terbaik yang diperagakan oleh para generasi tabi’in (pengikut sahabat) yang mulia. Seorang tabi’in mulia, Abu Jahm, menjual rumahnya kepada seseorang. Rumahnya dibeli dengan harga seratus ribu dirham.

“Nah, berapa harga yang engkau berikan untuk membeli pertetanggaanku dengan Said bin Ash?” tanya Abu Jahm kepada calon pembeli rumahnya.

Sang pembeli menukasi, “Apakah untuk pertetanggaan saja aku harus membelinya?”

Lantaran sang pembeli tidak sanggup membeli nilai pertetanggaan yang diajukan oleh Abu Jahm, dia pun urung melakukan pembelian. Abu Jahm lalu menjelaskan 7 sebab mengapa dia mengajukan harga untuk pertetanggaannya dengan Abu Ash.

“Ketika aku berdiam diri di rumah, dia bertanya tentang kabarku; ketika melihatku, dia menyambutku; ketika aku tidak ada, dia menjaga rumahku; ketika aku ada, dia mendekatiku; ketika aku meminta sesuatu kepadanya, dia memenuhi keperluanku; saat aku tidak meminta kepadanya, dia mulai menawarkan bantuan; ketika aku didesak oleh kebutuhan, dia memberikan solusi kepadaku.”

Sungguh, inilah pertetanggaan dua generasi terbaik umat ini. pertetanggaan yang mencerahkan, memberikan manfaat, bahkan kelak berbuah di surga-Nya. Insya Allah.

Inilah pertetanggaan langka yang amat sukar didapati di zaman ini. Zaman ketika egoisme mendesak dan memenuhi seluruh sendi kehidupan. Zaman ketika urusan orang lain terlihat sepele, bahkan urusan tetangga yang persis berada di sebelah kanan-kiri atau depan-belakang rumah kita.

Dalam kisah yang dituturkan oleh Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah saat menjelaskan Risalah al-Mustarsyidin ini, apa yang disampaikan oleh Abu Jahm sampai ke telinga Said bin Ash. Alhasil, Said bin Ash memberikan uang senilai seribu dirham sebagai ganti atas harga rumah Abu Jahm yang akan dijual, tapi diurungkan lantaran dirinya.

Hendaklah kisah ini jangan hanya dijadikan etalase dalam koleksi bacaan di rumah kita. Inilah saatnya kita membuktikan untuk menjadi tetangga yang baik hingga dinilai mahal oleh tetangga kita. Minimal, mereka tidak terganggu dengan keberadaan kita. Syukur-syukur jika keberadaan kita dinanti sehingga para tetangga merasa kehilangan saat hendak berpindah rumah.

Sebaliknya, jangan sampai menjadi tetangga yang dijual oleh tetangganya lantaran keberadaan yang tidak dibutuhkan bahkan cenderung merugikan orang di sekitar tempat tinggal kita.

Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaRajin Shalat Tapi Tidak Bahagia? Ini Sebab dan Solusinya
Artikel berikutnyaTerbiasa Bermaksiat