Sahabat Nabi yang Suaranya Lebih Baik dari 100 Pedang di Medan Jihad

0

Sosok laki-laki surga dari Madinah ini lebih masyhur dalam perbincangan soal jodoh. Padahal, beliau juga termasuk laki-laki gagah perkasa yang digentari lawan di medan jihad. Saking gagahnya, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Imam as-Suyuthi yang dishahihkan oleh Nashiruddin al-Albani, suara laki-laki ini di medan jihad lebih baik dari seribu pedang.

Mari sejenak berkenalan dengan ayah tiri dari sahabat mulia Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu ini.

Laki-laki ini menikah dengan Ummu Sulaim setelah suaminya, Malik, mati dibunuh musuhnya sebelum masuk Islam. Saat melamar wanita idaman ini, sosok yang tak lain bernama Abu Thalhah belum memeluk Islam. Maka, Ummu Sulaim pun memberi syarat keislaman sebagai maharnya. Setelah bersyahadat dan keduanya menikah, lahirlah anak-anak yang diberkahi oleh Allah Ta’ala.

Di dalam Perang Khaibar melawan kaum Yahudi, misalnya, Abu Thalhah berhasil membunuh 20 orang Yahudi dengan gagah berani dan mengambil semua harta rampasan dari kedua puluh orang tersebut. “Abu Thalhah,” demikian disampaikan oleh Syeikh Abdullah Azzam dalam Tarbiyah Jihadiyah, “merupakan salah satu kstaria kaum Muslimin, sangat perwira, dan pemberani.”

“Tak pernah kulihat Abu Thalhah berpuasa,” demikian kesaksian Anas bin malik, “di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Yang demikian ini bukanlah ciri kemalasan ibadah, melainkan sebuah keringanan bagi sebagian orang yang memang merasa lemah saat merasa lapar.

“Yang demikian itu,” terang Anas yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan dikutip oleh Syeikh Abdullah Azzam, “untuk membuatnya kuat di medan jihad.”

Kemudian, setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat, “Maka tak pernah kulihat sedikit pun asap yang mengepul di dalam rumahnya.” Artinya, dalam kondisi tidak berjihad, Abu Thalhah senantiasa melakukan ibadah puasa.

Riwayat ini merupakan salah satu keringanan bagi sebagian kaum Muslimin yang memang benar-benar merasa lapar lantaran kosongnya perut ketika melakukan amalan fisik. Tentunya, bagi yang benar-benar bisa merasa kuat, ada ganjaran agung yang berhak didapatkannya.

Hendaknya pula, kita mengenali diri secara bijak. Agar tidak jatuh pada menggampangkan untuk tidak berpuasa, atau bertindak konyol, padahal terdapat keringanan di dalam amal tersebut. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaJika Surga dan Neraka Ditakdirkan, Buat Apa Beramal?
Artikel berikutnyaBeginilah Cara Allah Menurunkan Rezeki kepada Mujahidin