Jika kita seorang yang merasa sebagai aktivis dakwah, mari sejenak menepi; melihat pada kehidupan memesona yang diperagakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang mulia. Mari sejenak menafakuri kecemerlangan perangai, hingga musuh pun kagum kepadanya.
Hari itu, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Umamah, datanglah seorang pemuda yang langsung berteriak kepada sang Nabi, “Wahai Rasulullah,” lanjutnya tanpa menurunkan intonasinya, “Izinkan aku berzina!”
Duhai lancangnya pemuda ini. Siapakah sebenarnya ia? Apa maksudnya? Betapa tidak sopannya ia, meminta Nabi melegalkannya melakukan amalan yang amat terlarang; terhina di dunia dan sengsara di akhirat bagi pelakunya?
Karenanya pula, para sahabat bersegera mendatangi pemuda itu, kemudian menghardik, “Diam kamu!”
Rupanya, Rasulullah tidak menyepakati perlakuan sahabat-sahabatnya, namun tidak pula mencela sikap sahabatnya itu. Rasulullah hanya diam, kemudian meminta sang pemuda untuk mendekat. Ujar Rasulullah lembut, “Mendekatlah.”
Setelah itu, Nabi menyampaikan beberapa pertanyaan pamungkas yang menjadi sebab taubatnya sang pemuda. Sebuah pertanyaan cerdas yang menyentuh hati nurani setiap manusia yang mendengarnya, yang didahului dengan sikap santun pengundang simpati lawan bicaranya.
“Relakah engkau,” tanya Nabi, “jika ibumi dizinai orang lain?” Jawab pemuda tegas, “Tidak, wahai Rasulullah.”
“Begitu pun orang lain,” jelas Rasulullah, “mereka tidak rela jika ibunya dizinai.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun melanjutkan pertanyaan beliau dengan redaksi yang sama; Relakah jika putrimu dizinai? Maukah jika saudari kandungmu dizinai? Ikhlaskah jika bibimu dizinai? Bersediakah jika bibi dari ibumu dizinai?
Atas semua pertanyaan itu, pemuda itu utarakan jawaban serupa, “Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah.” Kemudian Nabi sampaikan penegasan; Begitu pula orang lain. Tak ada yang rela jika putrinya, saudari perempuannya, bibinya, atau bibi dari ibunya, dizinai.
Itulah cara Nabi dalam menyentuh objek dakwahnya. Beliau sampaikan hikmah dengan perilaku memesona, kalimat menginspirasi dan retorika sederhana nan sarat makna.
Setelah itu, Nabi meletakkan tangannya di dada pemuda itu seraya panjatkan pinta kepada Allah Yang Mahakuasa, “Ya Allah, ampunilah kekhilafannya, sucikan hatinya, dan jagalah kemaluannya.” Itulah indahnya akhlak Nabi. Doa beliau amat tulus kepada umat-Nya. Pun, bagi mereka yang miliki hasrat tinggi untuk berbuat dosa.
Dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal ini disebutkan, “Setelah kejadian tersebut, pemuda itu tidak tertarik lagi untuk berbuat zina.”
Demikianlah pengaruh akhlak yang baik dalam dakwah. Ia mengubah, bukan memperparah. [Pirman]