Kisah ini nyata. Terjadi di zaman Ibnu Hajar al-Asqalani. Kejadian ini menimpa seorang laki-laki yang amat membenci Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melayangkan hinaan di depan khalayak. Ramai. Malang, sang penghina ini justru mengakhiri nyawanya. Dimangsa oleh salah satu binatang yang dikategorikan sebagai penyebab najis Mughaladhah.
Di mimbar, laki-laki ini melontarkan umpatan, hinaan, makian, cacian, dan kalimat-kalimat kotor lainnya untuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Saking semangatnya, ia juga menyiramkan kalimat fitnah nan keji sembari menggerak-gerakkan tangannya ke angkasa. Ekpresif. Menjiwai.
Di dekat kerumunan itu, ada seekor anjing yang terikat. Di tengah cacian yang terlontar itu, si anjing terlepas dan mendekati si penghina. Oleh salah satu orang yang lewat, si penghina diingatkan, “Hati-hati, anjing saja tidak sepakat dengan apa yang kau sampaikan.”
Dengan percaya diri yang tinggi, laki-laki ini justru menukasi. Katanya pongah, “Bukan begitu. Ia berlari karena takut hendak dipukul. Sebab tadi, aku menggerak-gerakkan tangan ke udara.”
Ikatan si anjing pun dikencangkan. Si penghina melanjutkan aksinya. Bukan mengurangi caci dan makinya, si laki-laki justru semakin menggila. Hingga, terjadilah sebuah peristiwa yang membuat semua mata terbelalak ketakutan.
Anjingnya terlepas, lalu menyerang laki-laki itu. Beringas. Ganas. Setelah menerkam, anjing itu mengincar bagian leher si laki-laki. Digigit, lalu dikoyak. Mengenaskan. Tak ada satu pun yang berani menghalau amukan anjing itu. Hingga, laki-laki ini tewas. Amat menjijikkan.
Hingga kapan pun, kebaikan dan kejahatan akan dibalas tunai. Khusus untuk mereka yang secara sengaja menghina Nabi, balasannya pasti disegerakan jika tidak bertaubat. Jika pun kaum Muslimin tidak melakukan tindakan pembalasan, ketahuilah bahwa Allah Ta’ala Maha Menyaksikan. Dia memiliki jutaan tentara dari kalangan malaikat yang bisa dikerahkan dalam hitungak kejap. Secepat kilat, bahkan jauh lebih cepat lagi.
Meski demikian, hal ini juga tidak bisa dijadikan pembenaran atas kemalasan kaum Muslimin. Sebab kaidahnya, seorang kekasih amat tak rela jika junjungannya dihina. Bahkan, mereka akan siap menukar nyawanya demi membela siapa yang disayanginya. Apalagi, mencintai Nabi dengan meneladani sunnahnya adalah jaminan surga. Allah Ta’ala yang menjaminnya. [Pirman/Kisahikmah]