Dalam menafsirkan makna al-Kautsar (banyak kenikmatan) yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan termaktub dalam surat 108 ayat 1, para ulama berbeda penafsiran.
Di antara makna al-Kautsar yang disebutkan oleh Hamka dalam Tafsir al-Azhar: al-Qur’an yang diturunkan sebagai wahyu, nikmat yang diilhamkan sebagai hasil fikiran, nubuwwat dan kerasulan, penutup dari segala Rasul, rahmat bagi seluruh alam, pemimpin bagi umat manusia, memimpinkan agama yang benar, keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat, nama sebuah sungai sebelum surga, al-Islam, kemudahan syariat, banyak sahabat, banyak umat dan banyak pengikut, namanya disebut di mana-mana, cahaya bersinar dari dalam hati yang menunjuki jalan menuju Allah Ta’ala dan memutuskan jalan kepada yang selain-Nya, kasih-sayang Rasulullah kepada orang lain, syafaat yang dianugerahkan kepada Rasulullah untuk melindungi umatnya di akhirat, mukjizat dari Tuhan sehingga doa umat Nabi yang shalih dikabulkan, dua kalimat syahadat, dan lain sebagainya.
Termasuk dalam makna al-Kautsar adalah limpahan nikmat dari Allah Ta’ala kepada seluruh makhluk-Nya yang mustahil dihitung satu per satu secara detail hingga bagian terkecil dan terbesarnya. Sangat banyak. Sangat melimpah.
Di tahap ini, seharusnya kita bingung. Jika terhadap sebuah pemberian yang jelas nilainya, kita amatlah mudah untuk mengucapkan terima kasih dan memberikan balasannya. Lantas, apakah yang pantas dilakukan oleh seorang hamba atas kucuran nikmat yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepadanya?
Inilah hakikat syukur. Inilah tingkatan syukur yang paling tinggi. Ialah perpaduan antara keyakinan, ungkapan, dan perbuatan. Bukan salah satu, tapi ketiganya. Harus seiring. Dilakukan bersamaan.
Bentuknya juga harus sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dalam kelanjutan ayat tersebut. “Maka dirikanlah shalat dan berkurbanlah.” Selain makna khusus, penyebutan dua jenis ibadah ini memiliki makna ibadah secara umum sebagai bentuk pengabdian diri seorang hamba kepada Allah Ta’ala yang telah menciptakan, mengurusi, dan mencukupi kebutuhan hamba-hamba-Nya.
Ibadah inilah makna syukur yang paling tinggi. Di dalamnya ada keyakinan. Sebab orang yang ragu mustahil melakukan ibadah, hatinya dipenuhi keraguan untuk menunduk dalam rukuk dan sujud.
Di dalam ibadah juga ada ucapan. Baik berupa bacaan ayat suci al-Qur’an atau doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ucapan yang khusyuk sebab dasarnya keyakinan yang penuh. Ucapan yang tulus, sebab yang dituju hanyalah Allah Ta’ala.
Di dalam ibadah itu, terdapat pula amalan. Gerak. Perbuatan. Bertakbir. Berdiri. Rukuk. I’tidal. Sujud. Duduk. Dan sebagainya. Ialah amalan yang landasannya yakin, lalu diwujudkan dalam perbuatan.
Kombinasi ketiga hal inilah makna sejati syukur yang bisa menaikkan derajat seorang hamba di sisi Allah Ta’ala.
Semoga kita berhak mendapatkannya. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]