Islam sangat mengajurkan umatnya untuk senantiasa menuntut ilmu. Hanya dengan ilmulah seorang muslim bisa beramal dengan baik. Tanpa ilmu, amal tak akan diterima. Selain itu, ilmu adalah sarana bagi seorang hamba untuk semakin mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Karenanya pula, Islam membenci kejahilan. Bodoh. Apalagi, orang bodoh yang keras kepala, tidak mau menerima kebenaran maupun nasihat. Selain itu, ada juga orang bodoh yang sok pintar. Mereka senantiasa ingin terlihat menonjol, padahal sedang mempertontonkan kebodohannya.
Imam Ibnu Athailah as-Sakandari dalam kitabnya al-Hikam berkata, “Jika engkau lihat seseorang yang selalu menjawab apa yang ditanyakan kepadanya,”
Ada begitu banyak orang yang berupaya menjawab semua pertanyaan, hingga menyampaikan jawaban atas sesuatu yang tidak diketahuinya. Dari sinilah awal mula munculnya kerusakan sebab semakin banyak orang yang berbicara tanpa ilmu, kemudian perkataannya itu dijadikan dalil oleh orang lain.
Di zaman kita ini, saat informasi sedemikian maju, rupanya banyak sekali orang-orang jenis ini. Mereka dengan mudah menyampaikan fatwa terkait sesuatu hukum tanpa merujuknya kepada ulama-ulama yang berilmu. Salah satu dampaknya, muncul banyak sekali ustadz hanya modal penampilan.
Selain menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya-meski dirinya tak memiliki ilmu-, orang tersebut juga, “Mengungkapkan segala yang disaksikannya,”
Bukankah sekarang ini kita menjumpai segala jenis berita di berbagai media cetak maupun online? Hanya sekadar orang kebelet buang air kecil, jadi berita. Hanya sekadar berkunjung ke sawah, jadi berita. Hanya sekadar status media sosial, sebab heboh, juga dijadikan berita.
Padahal, terkait apa yang kita lihat, ada etika yang harus dijunjung. Di antaranya; layakkah disebarkan? Adakah manfaatnya jika dirujuk dari nilai keislaman yang kita anut? Bagaimana dampak baik dan buruknya bagi kehidupan masyarakat. Memangnya, ada yang mendapatkan manfaat dari berita seorang manusia yang turun dari mobil saat terjebak macet hanya untuk buang air kecil?
Yang terakhir, “dan menyebut segala yang diketahuinya,” maknanya, ingin terlihat sebagai orang yang serbabisa, ingin dinamai sebagai orang berilmu, dan gelaran-gelaran lainnya. Padahal, di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya. Pun, terkait pembicaraan.
Jika ketiga sifat tersebut ada di dalam diri seorang manusia, Imam Ibnu Athailah as-Sakandari menyebutnya dengan, “Ketahuilah bahwa itu tanda-tanda kejahilan pada dirinya.” Wallahu a’lam bish shawwab. [Pirman/Kisahikmah]