Orang-orang yang Enggan Bertemu Allah

0

Bagi orang-orang Islam yang benar imannya dan memiliki keinginan yang amat besar untuk berjumpa dengan Allah Ta’ala, Dia telah memberikan fasilitas khusus bagi mereka. Di dunia, pertemuan, perjumpaan, dan komunikasi dengan Allah Ta’ala bisa dilakukan dalam banyak ibadah ritual. Shalat dan membaca al-Qur’an, misalnya, digaransi oleh Rasulullah sebagai dua ibadah yang bisa langsung menghubungkan seorang hamba dengan Allah Ta’ala.

Maka tatkala berdiri, rukuk, sujud, dan duduk, serta membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan dalam shalat, sejatinya seorang hamba sedang menghadap dan bercakap mesra dengan Rabb semesta alam. Begitupun saat mereka membaca Kalam-Nya Ta’ala, sejatinya ia tengah menghubungkan dirinya yang amat hina kepada Zat yang Mahamulia.

Sedangkan di akhirat kelak, sebab iman dan amal saleh seorang hamba, orang-orang Islam yang benar imannya akan benar-benar berjumpa dan menatap Allah Ta’ala atas kuasa-Nya. Itulah puncak kenikmatan, dan tak bisa dilakukan oleh seorang hamba melainkan setelah mendapat izin dari-Nya.

Namun, berkebalikan dengan orang Islam yang benar imannya, ada manusia-manusia yang enggan bertemu dengan Allah Ta’ala. Mereka enggan, bukan karena mereka diminta bertemu. Justru, mereka menolak dan menjauh agar tidak pernah bertemu dengan Allah Ta’ala. Dan, ini merupakan pangkal kebodohan. Sebab puncak kenikmatan selepas surga dan ridha-Nya adalah menatap-Nya tanpa penghalang.

Seperti seorang manusia yang enggan bertemu dengan manusia lain (atasan, sahabat, pejabat, atau yang lainnya) karena memiliki kesalahan, hutang, atau hal tak menyenangkan lainnya, manusia-manusia yang tidak mau bertemu dengan Allah Ta’ala juga demikian. Mereka mendustai, ingkar, menantang, dan menafikan keberadaan Allah Ta’ala.

“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami.”
(Qs. Yunus [10]: 7)

Pertama, puas dengan dunia. Inilah di antara bentuk kerdilnya jiwa. Pikiran mereka sangat terbatas dan tersandera oleh dunia. Padahal, dunia itu hina, sementara, dan tak lebih berharga dari sesisi sayap nyamuk. Bahkan, dunia disamakan dengan bangkai kambing yang membusuk dan kehilangan satu telinganya; tak ada seorang pun yang berminat terhadapnya.

Kedua, terbuai dengan pernak-pernik dunia. Dunia bagi mereka adalah keindahan. Pikirannya ada pada mengumpulkan dan enggan melepasnya. Mereka hendak memonopoli segala jenis kepemilikan. Bahkan jika perlu, mereka berkeinginan membawanya ke dalam kubur. Sungguh, inilah puncak kebodohan.

Tiga, lalai terhadap ayat Allah Ta’ala. Inilah sebab utamanya. Mereka menolak dan menentang apa yang terdapat di dalam al-Qur’an dan alam semesta yang menjadi bukti adanya Allah Ta’ala. Bahkan, mereka menyebut al-Qur’an yang suci sebagai sihir, dan alam semesta tak lebih dari sebuah proses yang terjadi dengan sendirinya.

Sebab-sebab itulah yang menjadikan orang-orang kafir dan munafik menolak bertemu dengan Allah Ta’ala. Padahal, Allah Ta’ala-lah yang membuat diri-Nya tak bisa dijumpai oleh mereka. Sebab, Dia amat mulia, sedangkan mereka amat hina. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaTiga Tanda Kebodohan
Artikel berikutnyaSolusi Atas Semua Persoalan Hidup