Sang Khalifah Abdul Malik bin Marwan telah mengirimkan pasukannya ke sebuah negeri untuk menyebarkan kalimat Allah Swt. Pasukan itu telah lama menetap di medan jihadnya. Seperti tak ada kontra, di negerinya itu warga sama sekali tak keberatan. Pun, dengan wanita-wanita yang suaminya menjadi pasukan pilihan sang Khalifah.
Namun, sebagai sosok pemimpin yang bijak, beliau senantiasa berkeliling ke rumah penduduk di malam hari, terutama ke rumah istri-istri yang ditinggal suaminya. Beliau hendak menelisik, barangkali ada rahasia yang disimpan oleh para istri pasukan-pasukannya. Dan, mereka enggan atau takut untuk menyampaikannya.
Maka berjalanlah sang Khalifah hingga sampai di sebuah rumah yang masih ada nyala lampu dari dalamnya. Padahal, sekelilingnya sudah sepi; tanpa cahaya maupun suara. Dengan perlahan, sang Khalifah mendekati salah satu bilik di rumah itu, hendak mencari tahu apa yang terjadi di dalamnya.
Maka tersebutlah di rumah itu sosok wanita shalihah yang tengah bermunajat. Berdirinya lama, bacaan-bacaan al-Qur’annya panjang, syahdu dan menyentak kalbu. Pun, dalam rukuk dan sujudnya. Jelaslah, wanita itu merupakan salah satu sosok istri shalihah. Tatkala suaminya berada di medan jihad, ia senantiasa membantu belahan jiwanya itu dengan munajat yang panjang.
Sang Khalifah hanya diam sembari memerhatikan dari luar. Hingga akhirnya, sang istri shalihah itu tergugu dalam tangisnya. Dalam doa yang dipanjatkan selepas salam, tergambarlah jelas bahwa ia tengah merindukan sosok suaminya. Rindu yang menyusup dan mengakar ke dalam jiwa. Rindu bersebab cinta visi yang bertemu dengan jiwa.
Dalam cinta jenis ini, kalimat ‘cinta tak harus memiliki’ tak lagi bermakna. Yang ada justru sebaliknya, cinta akan semakin bertambah dan menjadi obat saat ada sentuhan fisik yang mengiringi dan menghiasinya.
Maka pada pagi harinya, sang Khalifah mengumpulkan seluruh istri yang suaminya berada di medan jihad. Kemudian, didapatilah sebuah jawaban, bahwa sang istri hanya bisa bertahan selama enam bulan tanpa suaminya. Kejadian ini, kelak menjadi sebuah aturan yang diwariskannya kepada khalifah setelahnya. Bahwa para mujahid adalah sosok manusia biasa yang kebutuhannya harus terpenuhi. Bahkan, sentuhan fisik sang istri, adalah terapi agar suaminya tak menjadi ganas di medan jihad.
Inilah pula yang menjelaskan bahwa hubugan fisik suami istri adalah ibadah yang utama, menghilangkan aneka penyakit dan digemari para nabi juga orang-orang shalih. Menjelaskan cinta jenis ini, mari simak pesan Anis Matta sebagaimana ditulisnya dalam Serial Cinta, “Hanya sentuhan fisik yang bisa mengobati hasrat jiwa.”
Maka benarlah, lupakan cinta kepada lawan jenis yang tak berujung di pelaminan. Nah! [Pirman]