Ada masa ketika kaum Muslimin tak kuasa untuk sekadar menyunggingkan senyum. Ialah waktu terjadi fitnah di antara sesama umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Saat itu, kaum Muslimin terbagi menjadi banyak kubu yang saling berbeda pandangan politik, dan sebagian golongan lain tetap bersikap menjadi penengah, pendamai, tidak berat sebelah.
Di antara puncak fitnah yang juga disebut perang saudara oleh beberapa penulis sejarah adalah syahidnya salah satu cucu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam, Husain bin Ali bin Abi Thalib. Ialah mutiara zaman buah cinta pernikahan barakah Ali bin Abi Thalib dengan Fathimah binti Muhammad. Keduanya merupakan salah satu pasangan terbaik yang inspirasinya dimanfaatkan oleh kaum Muslimin lintas generasi hingga akhir zaman.
Karbala. Dalam fitnah tersebut, cucu baginda Nabi disiksa. Ketika ruh telah berpisah dengan jasad, masih ada orang-orang kotor hatinya tega menyiksa kepala cucu Nabi dengan biadab.
Ialah Ubaidilah bin Ziyad sebagaimana dikisahkan oleh Dr ‘Aidh al-Qarni dalam Kisah-Kisah Inspiratif. Ubaidilah memasukkan tongkatnya ke dalam hidung Sayyidina Husain bin Ali dengan nada meremehkan, sombong, dan bengis.
Ketika itu, ada salah seorang sahabat Nabi yang mencegahnya seraya berteriak, “Sungguh! Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam mencium kepalanya (Husain bin Ali).”
Ubaidilah tak mengubris. Setan telah merasuk ke dalam pikiran dan hatinya.
Waktu berlalu, setahun kemudian. Ubaidilah tewas dalam gelombang pembalasan sekelompok kaum Muslimin yang membela Sayyidina Husain. Kepalanya terputus. Lalu dalam hitungan detik, ada seekor ular yang mematok hidungnya.
Kita sedang tidak dalam posisi menghakimi atau mengorek luka lama duka Karbala yang menimpa cucu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dan menyakiti hati kaum Muslimin. Kita diminta diam ketika ada fitnah dengan terus menerus meminta ampun kepada Allah Ta’ala.
Kita hanya hendak meneguhkan hati bahwa orang baik akan senantiasa mendapatkan kebaikan, sedahsyat apapun fitnah yang menimpanya ketika di dunia. Dan orang-orang yang buruk, dia akan mendapatkan balasan atas keburukannya di dunia dan akhirat.
Semoga Allah Ta’ala mengampuni kesalahan dan kekeliruan kita. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]