Bayangkan engkau melamar seorang gadis, ditemani sahabat karibmu. Ternyata gadis itu menolak lamaranmu dan mengatakan bersedia menjadi istri teman karibmu. Apa yang engkau lakukan?
Salman Al Farisi pernah mengalaminya dan sikapnya sungguh menakjubkan. Karenanya Allah kemudian memberikan balasan keberkahan.
Kisah ini diawali dari keinginan Salman untuk menggenapkan separuh agamanya. Ia menjatuhkan pilihan pada seorang gadis Madinah yang dicintainya. Masalahnya, Salam yang berasal dari Persia merasa kurang fasih berbahasa lokal. Maka ia pun mengajak teman karibnya, Abu Darda untuk melamar gadis itu.
Datanglah mereka berdua menemui ayah gadis itu.
“Ini Salman Al Farisi,” kata Abu Darda kepada ayah gadis itu. “Beliau sahabat Rasulullah yang baik hati, memiliki banyak keutamaan dan ketaqwaannya tidak diragukan. Beliau ke sini bermaksud melamar putri bapak.”
Pria itu tidak segera menjawab. Ia ingin meminta pertimbangan anak dan istrinya.
“Mohon maaf wahai Abu Darda,” kata ibu gadis itu dari balik hijab, mewakili putrinya. “Putri kami tidak bisa menerima lamaran Salman. Namun jika engkau yang mau melamarnya, ia bersedia.”
Baca juga: Shalat Istikharah Jodoh
Sebuah jawaban yang tidak terbayangkan sebelumnya. Entah apa yang dirasakan jika jawaban itu disampaikan pada pemuda zaman sekarang. Mungkin kecewa berat dan langsung pulang. Atau mungkin merasa dipermalukan. Namun ini Salman. Sahabat Nabi, sang pencari kebenaran sejati. Pemuda yang kedewasaannya sangat matang jauh melampaui usianya.
“Alhamdulillah, jika demikian aku siap memberikan tabunganku yang semula untuk persiapan pernikahan menjadi maharnya Abu Darda dan biaya pernikahannya,” jawaban itulah yang meluncur dari lisan Salman Al Farisi. Sebuah sikap yang sangat menakjubkan dan mungkin tak akan pernah terulang lagi sepanjang sejarah kehidupan.
Tidak hanya lapang dada lamarannya ditolak, Salman justru membantu membiayai pernikahan gadis yang menolaknya dan memilih teman karibnya itu.
Sikap menakjubkan ini kemudian mendatangkan keberkahan tersendiri. Allah memberikan jodoh terbaik untuk Salman. Seorang wanita yang sangat qona’ah, yang nafkahnya cukup satu dirham sehari untuk satu keluarga.
Bukan karena Salman tidak bisa memberi nafkah lebih. Bukan. Salman bisa saja kaya raya dan hidup bergelimang harta. Tetapi ia memilih jalan hidup zuhud. Tunjangan Salman sewaktu menjadi walikota Madain sebesar 5000 dinar setahun. Tapi uang sebanyak itu dibagikannya kepada fakir miskin dan kaum dhuafa.
Baca juga: Ayat Kursi
Ia lebih memilih menafkahi keluarganya dengan membuat anyaman keranjang. Ia belanja modal 1 dirham, lalu menjual produknya senilai 3 dirham. 1 dirham dipakainya untuk kebutuhan konsumsi keluarga, 1 dirham untuk sedekah, dan 1 dirham lagi untuk modal berikutnya. Sang istri mendukungnya. Mereka menjadi keluarga teladan yang cita-cita terbesarnya adalah ridha Allah dan surgaNya. [Muchlisin BK/Kisahikmah]