Sahabat mulia ‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Bakar bin Mardawih, “Jika anda ingin mengetahui kebodohan orang-orang Arab (jahiliyah), maka bacalah surat al-An’am [6] setelah ayat ke seratus tiga puluh.”
Di dalam hadits yang juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari ini, ayat yang dimaksud adalah, “Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezeki-kan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.” (Qs. al-An’am [6]: 140)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala menafsirkan ayat ini dengan mengatakan, “Orang yang mengerjakan (dua) hal tersebut benar-benar merugi, baik di dunia maupun di akhirat.”
Dua hal yang dimaksud ialah membunuh anak-anak lantaran kebodohan dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah Ta’ala kepadanya.
Di dunia, mereka akan terhalang dari mendapatkan kenikmatan dari fitrah anak yang bebas dari dosa dan menyenangkan saat dipandang hingga menyejukkan hati. Selain itu, lantaran membunuh anak-anak, mereka akan terhalang dari mendapatkan rezeki yang melimpah karena setiap anak membawa rezekinya masing-masing dan menjadi sebab bagi kemelimpahan karunia Allah Ta’ala.
Mereka juga terhalang mendapatkan kenikmatan dari hal-hal yang dihalalkan, yang sebagian besarnya akan sangat bermanfaat bagi kehidupan dunia berupa kenikmatan, kelezatan, gizi, dan kesehatan yang prima.
“Adapaun kerugian di akhirat,” lanjut sang imam dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, “mereka akan ditempatkan di tempat yang paling hina karena kedustaan yang mereka kerjakan dan mengada-ada terhadap Allah Ta’ala.”
Betapa mereka bertindak dengan amat bodoh dan konyol dengan membunuh anak-anak hanya karena gengsi dan takut miskin. Dengan tindakan ini pula, mereka berhak mendapatkan dosa membunuh nyawa yang seharusnya mereka rawat dan didik hingga menjadi insan yang bertaqwa.
Dan seburuk-buruk amalan mereka ialah menentang ketentuan Allah Ta’ala berupa menghalalkan apa yang Dia haramkan dan mengharamkan apa yang Dia halalkan. Sebab tiada yang berhak menentukan hukum, kecuali Dia Ta’ala yang Mahabijaksana.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]