Ada sebagian kaum Muslimin yang memiliki pemahaman bahwa tasawuf merupakan hal baru yang tidak diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Padahal, jika merujuk pada pengertiannya bahwa tasawuf merupakan ilmu pensucian jiwa yang mengutamakan pada perbaikan akhlak seorang insan, maka tasawuf merupakan salah satu inti dari ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Selain itu, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Iman, Imam Abu Dawud dalam kitab Sunnah bab Qadar, dan Imam an-Nasa’i dalam kitab Qadar bab Sifat-sifat Islam ini menjadi bukti bahwa tasawuf merupakan ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Hadits ini juga dinukil oleh Imam an-Nawawi dalam Arba’in dan dimasukkan ke dalam hadits nomor dua.
Dalam hadits yang panjang ini disebutkan, “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah Ta’ala seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sungguh Dia melihatmu.”
Hadits ini berasal dari sahabat mulia ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu. Tatkala itu, malaikat Jibril mengubah bentuk menjadi manusia dengan pakaian bersih dan tidak ada tanda-tanda bekas perjalanan panjang.
Malaikat Jibril menempelkan lututnya di lutut Nabi, kemudian bertanya tentang rukun Islam, rukun iman, ihsan, Hari Kiamat, dan tanda-tandanya.
Terkait ihsan ini, Syaikh Dr Mushthafa Dib al-Bugha dan Dr Muhyidin Mistu menerangkan dalam Al-Wafi, “Ihsan adalah ikhlas dan yakin. Engkau beribadah hanya ikhlas karena Allah Ta’ala semata dengan keyakinan seakan-akan engkau melihat-Nya tatkala engkau beribadah kepada-Nya. Jika engkau tidak sanggup melakukan hal itu, maka hendaklah engkau ingat bahwa Dia Ta’ala melihat dan menyaksikan segala perbuatanmu, baik kecil maupun besar.”
Bukankah ini merupakan inti dari ajaran tasawuf yang mulia? Belajar dan berupaya ikhlas dengan merasakan kehadiran, tatapan, dan penyaksian Allah Ta’ala dalam setiap amal. Jika ini bisa dikerjakan, maka seorang hamba akan melakukan semua ibadah dengan kualitas terbaik.
Jika merasa diawasi dan disaksikan oleh Allah Ta’ala, mustahil mereka melakukan ibadah serampangan dan sembarangan. Mustahil melakukannya dalam kondisi buruk. Mustahil membiasakan ketidakbaikan dalam melakukan ibadah.
Inilah inti tasawuf; tatkala seorang hamba hanya mengharap Ridha Allah Ta’ala dan tidak sibuk dengan penilaian makhluk.
Bagaimana dengan kita?
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]
*Al-Wafi syarah hadits Arba’in an-Nawawi tulisan Dr Mushthafa Dib al-Bugha dan Dr Muhyidin Mistu bisa dipesan di 085691479667