Jangan berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala, seberapa banyak pun dosa yang kita miliki. Sebab Dia Maha Pengampun. Maka, bergegaslah hijrah dari dosa menuju ampunan, dari maksiat menuju ibadah dan pahala, dari gelap menuju cahaya.
Ada sebuah kisah masyhur tentang pendosa yang disebutkan dalam banyak kitab, di antaranya adalah Shahih Imam Bukhari, Shahih Imam Muslim, dan Tafsir Ibnu Katsir. Kisah hijrah tentang seorang pendosa menuju pertobatan dan ampunan Allah Ta’ala. Sayangnya, ajal mendahuluinya sebelum tiba di tempat tujuan hijrahnya itu. Lantaran inilah, dua malaikat pun berselisih. Lantas, siapakah yang dibenarkan/dimenangkan oleh Allah Ta’ala dari dua malaikat tersebut?
Bukan main, sudah sembilan puluh sembilan nyawa yang mati di tangannya. Dibunuh. Nuraninya pun memberontak. Ia hendak bertobat. Maka, didatangilah ahli ibadah di zamannya. Sampainya di rumah sang ahli ibadah, ia menyampaikan pengalaman pahit kehidupannya, dan bertanya penuh harap, “Adakah harapan bagiku untuk mendapatkan ampunan?”
Rupanya, sosok yang katanya ahli ibadah itu menukasi ketus, “Terlaknatlah kau. Jangankan sembilan puluh sembilan nyawa. Bahkan satu nyawa pun amat susah pengampunannya.”
Kesal, sang ahli ibadah pun meregang nyawa di tangannya. Dibunuh oleh si lelaki. Hingga genaplah jumlah terbunuh di angka keseratus. Kemudian, ia mendatangi ahli ibadah lain, guna mencari hidayah, berharap mendapatkan petunjuk menuju ampunan Allah Ta’ala. Oleh ahli ibadah kedua ini, ia disarankan untuk menuju suatu tempat (kota) agar bisa terhindar dari kebiasaan buruknya itu.
Maka bergegaslah si pembunuh menuju tempat yang ditunjukkan. Di tengah perjalanan, setelah melalui beberapa jarak, ia dijemput ajal. Meninggal dunia. Padahal, belum tuntas maksud hijrah pertobatannya itu. Karena kejadian ini, dua malaikat pun berselisih.
Dikatakan oleh Malaikat Rahmat, “Ia datang dalam keadaan bertobat.” Kemudian Malaikat Adzab menukasi, “Dia belum sampai.” Lantas, keduanya pun diminta oleh Allah Ta’ala untuk mengukur; seberapa jauh jarak dari tempat hijrahnya sampai tempatnya meninggal dunia, dan tempat meninggalnya menuju tempat tujuan hijrahnya.
Ketentuannya, jarak yang lebih dekat (dengan tempat hijrah atau tujuan hijrah) adalah ketentuan bagi si lelaki pembunuh itu.
Selepas dilakukan pengukuran, jarak antara tempat meninggal dengan tujuan hijrah lebih dekat dari jarak tempat hijrah dengan tempat meninggalnya. Karenanya, Malaikat Rahmat berhak atasnya. Allah Ta’ala mengampuni dosa lelaki itu.
Itulah hijrah yang tulus. Itulah pertobatan yang murni. Itulah niat yang ikhlas. Allah Ta’ala akan berikan pahala terbaik sebagaimana yang diniatkan. Di dalam satu riwayat disebutkan, “Ketika kematian datang menjemputnya (saat sakaratul maut), dia berupaya dengan dadanya untuk mendekat ke tempat tujuan hijrahnya.” [Pirman]