Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan, ‘Aisyah istri Rasulullah menuturkan, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada suatu malam pernah tak bisa tidur semalam penuh.” Maka, anak Abu Bakar ash-Shiddiq ini pun bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang terjadi padamu?”
“Aku berharap,” jawab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “ada seorang saleh dari sahabatku yang menjagaku mala mini.”
Tiba-tiba, lanjut ‘Aisyah mengisahkan, keduanya mendengar suara senjata. Rasulullah pun meninggikan suara seraya bertanya, “Siapa itu?”
Dari arah suara senjata terdengarlah jawaban, “Ini aku, Sa’id bin Malik.”
“Untuk urusan apa engkau datang ke mari?” tanya Nabi kedua kali.
“Ya Rasulullah,” jawab sahabat saleh itu, “aku datang ke sini untuk menjagamu.”
Lepas mendapatkan penjagaan, ‘Aisyah pun memungkasi kisahnya, “Maka, aku pun mendengar suara tidur Rasulullah.”
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih-nya masing-masing dan dikutip oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya ini merupakan penjelas dari tafsir surat al-Maidah [5] ayat 67.
Sebelum ayat tersebut diturunkan, ada sahabat yang menjaga Nabi. Kemudian setelah diturunkannya ayat tersebut, tidak ada lagi yang menjaga beliau. Allah Ta’ala langsung menjaganya sebagaimana firman-Nya, “Allah melindungi kamu dari (gangguan) manusia.”
“Sampaikanlah Rislah-Ku,” tutur Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini, “niscaya Aku akan menjaga, menolong, dan mendukungmu dalam menghadapi musuh-musuhmu, serta memenangkan dirimu atas mereka.”
“Karena itu,” lanjutnya, “tak usah takut atau bersedih.” Sebab, “Tidak ada seorang pun yang dapat berlaku jahat terhadap dirimu atau menyakitimu.”
Hendaknya riwayat agung ini menjadi motivasi bagi kaum Muslimin agar senantiasa bersemangat dan tidak gentar dalam berdakwah dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Sebagaimana janji-Nya kepada Rasulullah, Dia akan menjaga siapa yang menyampaikan dan memperjuangkan Risalah-Nya yang suci kepada seluruh umat manusia.
Jika seorang dai langsung dilindungi oleh Allah Ta’ala, mungkinkah ada manusia lemah yang kuasa menyakitinya? Bukankah Dia Mahakuasa atas segala sesuatu? Bukankah amat mudah bagi-Nya untuk membinasakan semua musuh-musuh dakwah?
Maka jika pun ada yang disakiti di jalan dakwah, hendaknya hal itu menjadikan para dai semakin yakin bahwa tiada kemuliaan yang diraih tanpa ujian. Bahkan, Islam yang suci ini menuntut pengorbanan terbaik dari diri kita, termasuk nyawa yang hanya satu ini. [Pirman/Kisahikmah]