Menggapai Tingkatan Rezeki yang Paling Tinggi

0
sumber gambar: indahnya-tauhid

Tidaklah seorang hamba menggapai derajat tertinggi dalam hal rezeki, kecuali setelah dia melalui tingkatan-tingkatan sebelumnya. Tak ubahnya tangga, tingkatan pertama hingga ketiga harus dikelarkan hingga menggapai puncak.

Yang pertama kali harus dilakukan oleh seorang hamba yang beriman adalah meyakini keterjaminan rezeki. Tidaklah Allah Ta’ala menciptakan seorang makhluk, kecuali dilengkapi dengan jatah rezeki. Lengkap. Tunai. Pasti. Terjamin. Sejak di dalam kandungan hingga masuk ke dalam liang kubur.

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. Dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (Qs. Hud [11]: 6)

Sudah pasti. Terjamin. Jadi, tidak perlu khawatir, meski sekecil apa pun.

Selanjutnya, rezeki akan sampai ke seorang hamba, salah satunya dengan menjemput. Bekerja. Berusaha. Mengupayakan sebab-sebabnya. Sebagian orang menyebutnya dengan bekerja keras, cerdas, dan ikhlas. Dalam falsafah jawa, istilah ini dikenal dengan ‘obah’. Bergerak.

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (Qs. al-Jumu’ah [62]: 10)

Bertebaran maknanya mengupayakan ke berbagai penjuru bumi. Menjadi penulis, bertani, berdagang, pegawai negeri atau swasta, dan lain sebagainya. Harus diusahakan sebagai salah satu wujud ibadah kepada Allah Ta’ala.

Jika tahapan ini sudah dicapai, lalu seorang hamba diberi rezeki, selanjutnya adalah dengan bersyukur. Berterima kasih kepada Allah Ta’ala atas rezeki yang dikaruniakan, dan menyampaikan terima kasih kepada manusia yang menjadi sarana sampainya rezeki. Tidaklah seseorang disebut  bersyukur kepada Allah Ta’ala, kecuali ia juga berterima kasih kepada sesama manusia.

“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.’” (Qs. Ibrahim [14]: 7)

Di tahap ketiga ini, jika seorang hamba bersyukur, maka jumlah rezeki dan kenikmatan batinnya akan ditambahkan. Dengan disyukuri, karunia Allah Ta’ala akan menjadi berlipatganda.

Sebagai tingkatan terakhir, dan inilah derajat tertinggi, kita menyebutnya dengan orang yang dikejar-kejar rezeki. Kelompok ini dihuni oleh orang-orang yang ‘lupa’ caranya menjemput rezeki, tapi rezeki mendatanginya dari berbagai penjuru. Alangkah bahagianya kelompok ini.

“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (Qs. ath-Thalaq [65]: 2)

“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Qs. ath-Thalaq [65]: 3)

“Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Qs. ath-Thalaq [65]: 4)

“Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.” (Qs. ath-Thalaq [65]: 5)

Orang-orang yang bertaqwa. Itulah pribadi-pribadi inspiratif yang menduduki derajat paling tinggi dalam tingkatan rezeki. Semoga kita menjadi bagian mereka. Aamiin.

Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaRasa Sakit adalah Bentuk Kasih Sayang Allah
Artikel berikutnyaTeladan Dakwah Hasan al-Banna: Cerdas Mengubah Benci jadi Cinta