Bahagia adanya di dalam hati. Ia tak sedikit pun tergantung pada harta, kepemilikan kekayaan, banyaknya aset, tingginya jabatan, ataupun asesoris duniawi lainnya.
Sayangnya, banyak manusia yang salah memahami hal ini. Banyak di antara mereka yang menghabiskan semua waktunya untuk berburu harta, kemudian mengalami kegersangan jiwa nan kering kerontang. Tak jarang, mereka mengambil jalan pintas bunuh diri saat obsesi bahagianya menemui jalan buntu.
Hal ini pula yang dialami oleh Dylan Wilk. Seorang pengusaha muda yang berhasil menyabet gelar orang terkaya kesembilan di Inggris ketika usianya berada di angka dua puluh lima tahun.
Sebagaimana diberitakan oleh TV AXN, Dylan memiliki kegemaran membeli dan mengoleksi mobil-mobil mewah yang harganya milyaran rupiah.
Ferrari, BMW, Mercy, Ford, dan mobil super mewah lainnya bagaikan batu akik yang terparkir dalam jari kolektor benda-benda antik. Bukan karena butuh, lebih pada pemuasan satu obsesi menuju obsesi berikutnya.
Sayangnya, semakin banyak mobil terparkir di garasi pribadinya, Dylan justru mengalami kehampaan dalam hidupnya. Pergantian mobil yang hanya bertahan enam minggu di garasinya, diiringi dengan pergantian gelisah nan berkepanjangan. Ia hidup, tapi hatinya serasa mati.
Seiring berjalannya waktu, Dylan berhasil menemukan bahagia tatkala dimintai bantuan kecil oleh orang yang tak berpunya. Bantuan yang dia berikan itu hanya senilai harga tiket pesawat yang biasa dia gunakan untuk jalan-jalan menghabiskan uang.
Saat itu, Dylan membangun dua unit rumah untuk gelandangan yang dia temui. Setelah selesai dan diserahterimakan, Dylan mendapati bahagia yang dicarinya selama ini tatkala melihat raut wajah nan sumringah dari dua gelandangan tetsebut.
Sepulangnya ke rumah, dia melihat mobil-mobil mewahnya dengan tatapan yang berbeda. Yang ia rasakan, mobil-mobil tersebut tak ada seujung kuku nilainya dibanding bahagia yang ia jumpai saat memberikan rumah bagi dua gelandangan tersebut.
Lantaran hal itu pula, Dylan menjual satu unit BMV seri M3 untuk membangun rumah bagi enam puluh gelandangan di Negeri Kanguru, Australia. Untuk mengenang mobilnya itu, jejeran rumah tersebut dinamai dengan Komplek Perumahan M3.
Itulah bahagia yang sesungguhnya. Bahagia didapatkan ketika kita memberi, bukan saat menyimpan harta apalagi menumpuknya. Bahagia sejati adalah membagikan kebaikan yang dititpkan kepada kita.
Sebab semua yang ada di dunia ini adalah titipan, maka membagi adalah cara menabung paling cerdas guna mengambil hasilnya kelak, di kehidupan setelah mati, di akhirat nan abadi. [Pirman]