Di antara cara yang bisa kita tempuh untuk menyadarkan kaum LGBT dan pendukungnya adalah melalui pendekatan ayat-ayat suci al-Qur’an al-Karim. Bahwa Firman Allah Ta’ala Mahabenar, tiada secuil pun kesalahan di dalamnya. Sayangnya, saking gelapnya logika dan nurani pera pendukung LGBT ini, ayat-ayat al-Qur’an pun ditafsirkan sesuai kehendak nafsunya.
Di dalam al-Qur’an yang diwahyukan oleh Allah Ta’ala melalui malaikat Jibril ‘Alaihis salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam, kisah Nabi Luth ‘Alaihis salam dan kaumnya yang diazab terdapat di dalam surat al-A’raf [7] ayat 80-84, dan surat Hud [11] ayat 77-82, serta ayat lainnya.
Di dalam rangkaian surat al-A’raf [7] ayat 80-84, Allah Ta’ala mengabarkan tentang kaum Nabi Luth ‘Alaihis salam yang melakukan tindakan keji dan belum pernah dikerjakan oleh kaum sebelumnya. Mereka diminta menjauhi perbuatan homo dan bertaubat, tapi menolak dan justru mengatakan Nabi Luth ‘Alaihis salam sebagai orang yang sok suci karena tidak menyukai sesama jenis.
Sedangkan dalam surat Hud [11] ayat 77-82, Nabi Luth ‘Alaihis salam menawarkan kepada laki-laki penyuka sesama jenis seorang wanita. Namun, mereka menolak dengan mengatakan tiadanya ketertarikan terhadap wanita, justru tertarik dengan sesama laki-laki.
Dalam kedua surat tersebut, Allah Ta’ala melalui dua malaikat yang berubah bentuk menjadi laki-laki memerintahkan kepada Nabi Luth dan keluarganya untuk pergi dari tempat tinggalnya sebelum Subuh. Sebab Allah Ta’ala akan menimpakan siksa berupa bumi yang dibalik (bagian atas menjadi bagian bawah, dan sebaliknya) lalu menghujani kaum LGBT dan pendukungnya dengan batu yang diberi tanda. Disebutkan oleh para mufassir, tanda tersebut berupa nama dari masing-masing pengidap LGBT dan pendukungnya yang tertera di batu.
Sayangnya, tafsir atas ayat ini diselewengkan. Oleh penulis buku Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual, kisah nyata ini ditafsirkan sebagai berikut:
Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian, Luth sangat kecewa. Luth pun menganggap kedua laki-laki tersebut tidak normal. Istri Luth memahami keadaan dua laki-laki tersebut, dan berusaha menyadarkan Luth. Tapi, oleh Luth, malah dianggap istri yang melawan suami dan dianggap mendukung kedua laki-laki yang dianggap Luth tidak normal.
Kenapa Luth menilai buruk terhadap kedua laki-laki yang kebetulan homo tersebut?
Sejauh yang saya tahu, al-Qur’an tidak memberikan jawaban yang jelas. Tetapi, kebencian Luth terhadap kaum homo, disamping faktor kecewa karena tidak berhasil menikahkan kedua putrinya, juga karena anggapan Luth yang salah terhadap kaum homo.
Kutipan ini termaktub dalam Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual, halaman 39.
Na’udzubillah.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]