Sebuah artikel sangat menarik dan bermanfaat disajikan oleh Dr Adian Husaini dalam Jurnal Pemikiran Islam Republika Islamia (18 Februari 2016). Dalam artikel berjudul LGBT: Belajar Dari Yahudi ini, ketua Program Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor ini menyoroti soal gerakan LGBT dan pendukungnya yang sistematis dan sangat terencana.
Secara umum, beliau menjelaskan bagaimana proses pelegalan pernikahan sejenis di Amerika Serikat yang awalnya ditolak. Penolakan yang amat logis karena pernikahan sesama jenis tidak sesuai dengan norma kemanusiaan dan semua agama, termasuk agama Nasrani yang menjadi mayoritas di Negeri Paman Sam itu. Setelah masa sekitar 20 tahun, atas strategi licik kaum Yahudi, pernikahan sesama jenis benar-benar dilegalkan.
Hal lain yang tak kalah menariknya adalah sebuah penutup yang beliau kutip dari buku Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual. Di dalam buku yang diterbitkan oleh Lembaga Studi Sosial dan Agama ini dipaparkan 4 rencana terstruktur untuk melegalkan pernikahan sesama jenis di negeri berpenduduk mayoritas Muslim ini.
- Mengorganisir kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah dirampas oleh negara.
- Memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang normal dan fithrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homoseksual dalam menuntut hak-haknya.
- Melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual.
- Menyuarakan perubahan Undang-Undang Perkawinan No 1/1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan perempuan.
4 rencana terstruktur untuk melegalkan pernikahan sesama jenis ini terdapat dalam buku yang dicetak di Semarang Jawa Tengah pada tahun 2005, halaman 15.
Karenanya, seluruh komponen umat harus waspada terhadap gerakan kaum LGBT dan pendukungnya ini. Bukan melakukan diskriminasi, tetapi merangkul agar mereka kembali ke dalam fithrah yang telah digariskan oleh Allah Ta’ala.
Kita harus bersikap waspada dan peduli. Dimulai dari diri sendiri, keluarga, dan masyarakat yang bisa kita jangkau. Jika tiada sedikit pun rasa peduli, bisa jadi 20 tahun yang akan datang, pernikahan sejenis benar-benar legal di negeri mayoritas Muslim ini.
Waspadalah!
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]