Seorang sufi agung, Imam al-Harits al-Muhasibi, menyampaikan nasihatnya terkait qana’ah yang merupakan kunci kekayaan sejati. Beliau menyampaikan dalam Risalah al-Mustarsyidin, “Langkah awal qana’ah adalah tidak boros ketika banyak harta. (Sedangkan) langkah akhir qana’ah adalah merasa cukup tatkala sedikit harta dan tidak berupaya untuk menambah lagi.”
Saat memiliki banyak harta manusia memiliki kecenderungan mudah membelanjakan hingga terjerumus dalam sikap berlebih-lebihan. Mereka tidak lagi memprioritaskan kebutuhan primer atau sekunder, tapi bergegas dalam membeli kebutuhan-kebutuhan tersier dengan berbagai alasan yang mereka lontarkan.
Padahal, qana’ah hanya bisa didapatkan oleh mereka yang tetap sederhana dalam membelanjakan harta, meski berada dalam kemelimpahan aset dan berbagai jenis kekayaan lainnya.
Sebaliknya, ketika berada dalam sukar, manusia cenderung berambisi atau berangan-angan untuk memiliki banyak harta, lantas melakukan berbagai tindakan untuk menambah penghasilan secara berlebihan hingga mengabaikan banyak amalan ketaatan yang seharusnya dioptimalkan.
Padahal, qana’ah sebagai kekayaan sejati hanya bisa didapatkan dengan merasa cukup dan senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala.
Sang sufi agung yang merupakan guru dari Imam al-Junayd al-Baghdadi ini melanjutkan dengan mengatakan, “Beberapa ulama berpendapat bahwa qana’ah yang sempurna lebih utama daripada ridha. Karena ridha tidak pernah berubah, baik tatkala susah maupun senang.”
Orang-orang yang sudah berhasil menggapai maqam qana’ah ini, masih berdasarkan penuturan Imam al-Harits al-Muhasibi, memiliki ciri, “Orang yang qana’ah merasa cukup dengan Tuhannya dan tidak berusaha menambah porsi bagi hawa nafsunya, kecuali jika tambahan itu murni dari Allah Ta’ala kepadanya.”
Orang-orang yang berhasil menggapai maqam qana’ah ini akan berhasil mendapatkan gelar zahid. Sebab bagi mereka, segala jenis kenikmatan dari karunia harta tidak akan pernah masuk ke dalam hati, tapi hanya berada di tangannya.
“Zuhud,” pungkas sang Imam, “hanya sempurna jika memiliki tiga ciri; sama sekali tidak ingin memiliki apa pun, membersihkan jiwa dari yang halal, dan melupakan dunia meskipun banyak memiliki waktu luang.”
Sepertinya, kita perlu melihat ke dalam diri masing-masing sembari mencocokkan dengan nasihat sang sufi agung ini. Jika ternyata jarak kita teramat jauh dengan apa yang termaktub, hendaknya tidak berputus asa dan senantiasa bergegas untuk menggapai derajat mulia yang disebut sebagai sebaik-baik kekayaan ini.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]