Pernikahan adalah kisah cinta yang paling banyak menyimpan cerita. Selalu ada hal baru dan keunikan yang menjadi ciri khas cerita masing-masing pasangan. Dalam setiap potongan kisah cinta itu, terdapat hikmah bagi siapa yang mau memungut dan memanfaatkannya.
Pernikahan adalah pertautan dua jiwa, dua keluarga; penggabungan visi, misi, dan juga cita-cita. Di dalamnya terdapat pula tautan akidah. Karenanya, Islam hanya melegalkan pernikahan antar sesama pemeluknya dan amat melarang pernikahan pemeluknya dengan mereka yang berkeyakinan lain.
Saudaraku, dalam aneka jenis kisah cinta dalam pernikahan itu, mari berhenti dalam jenak untuk merenungi kemudian bersyukur atas nikmat Allah Ta’ala yang tak terkira.
Barangkali, kita adalah satu di antara banyaknya orang yang baru diterima lamarannya setelah ditolak berkali-kali hingga puluhan kali, apa pun alasannya.
Sebagaimana umumnya, ada yang ditolak karena umur yang terlalu muda atau sebaliknya. Ada juga yang belum diterima pinangannya sebab belum menemukan pekerjaan tetap. Tak jarang, khitbah seseorang kandas lantaran bukan berasal dari suku yang dikehendaki.
Maka, selama penolakan-penolakan itu bukan atas nama akidah atau syariat Islam yang kita anut, tersenyumlah secara sumringah. Karena maknanya, Allah Ta’ala telah mempersiapkan pasangan terbaik untuk kita dan Dia Mahatahu kapan pasangan itu akan dihadirkan-Nya.
Sahabat, maka sebagai salah satu bentuk sayangnya Allah Ta’ala, Dia memudahkan hamba-hamba-Nya dalam upaya menggenapkan separuh agama-Nya.
Ada di antara mereka yang baru sekali melamar langsung diterima. Bahkan, ada yang langsung dihadiahi akad nikah di hari ketika ia sampaikan lamarannya. Meskipun yang lama prosesnya, tidak otomatis bermakna bahwa Dia mempersulit hamba-Nya.
Maka sampailah kisah gembira itu kepada kami. Dalam sebuah perbincangan, salah satu Ustadz yang bagus dan tartil bacaan al-Qur’annya mendatangi akhwat pujaan hati untuk diajak sebagai teman sejati dalam memperjuangkan kalimat Allah Ta’ala di atas bumi-Nya.
Berbekal asma Allah Ta’ala dan banyak dzikir yang terlantun, keluarga sang Ustadz mendatangi rumah calon mertuanya. Lepas diterima dengan hati nan lapang, mereka pun menyampaikan maksud kedatangannya. Katanya lirih, “Kami berniat melamar anak bapak untuk anak kami.”
Tak berselang lama, jawaban yang meluncur ternyata jauh lebih besar dari yang diharapkan. Rupanya, sang calon mertua melihat keshalehan dan kesungguhan calon mantunya. Maka, detik itu juga, ia menikahkan anaknya dengan sang Ustadz.
Subhanallahi walhamdulillahi wa laa ilaha illallahu wallahu akbar. Hanya itu yang terlantun dari semua yang hadir, dan kedua insan itu bersatu atas nama cinta dengan menjalankan sunnah Rasulullah yang mulia.
Barakallahu lakuma wa baraka ‘alaikuma wa jama’a bainakuma fii khair. [Pirman]