Kisah nyata ini terjadi di salah satu daerah di Ibu Kota Jakarta. Sebuah bukti bahwa bahagia itu teramat dekat, mudah digapai, dan sederhana bentuknya. Kisah ini disampaikan oleh salah satu motivator kenamaan negeri ini sebagaimana diposting di laman pribadinya.
Tersebutlah di suatu sore ketika sohibul hikayat tengah berada di sebuah warung soto. Sembari menunggu macet yang belum terurai, ia menanti pesanan sambil membaca koran. Tak lama kemudian, datanglah sesosok wanita bersama dua orang anaknya.
Mendekati sang penjual soto, wanita itu terdengar menanyakan harga satu porsi makanan khas yang nikmat disantap tatkala udara dingin itu. Kemudian, saat sang penjual menyebutkan, “Satu porsi sepuluh ribu rupiah, Bu,” wanita itu menjawab lirih bernegosiasi, “Maaf, uang saya hanya tujuh ribu rupiah,” lanjutnya memohon, “Tolong buatkan dua porsi, seberapa pun jumlah sotonya, senilai uang yang saya miliki ini.”
Lantas, lanjut kisah juru cerita, penjual soto itu pun mempersilakan wanita dan dua orang anaknya untuk duduk sembari menunggu pesanannya.
Hanya beberapa menit berselang, penjual berwajah teduh ini membawakan tiga porsi penuh untuk ketiga tamunya. Rupanya, kepribadian sang ibu yang menjaga diri untuk tidak meminta-minta ini membuat dirinya untuk memberikan yang terbaik.
Melihat kebaikan sang penjual, ibu itu pun bertanya bingung melalui sorot matanya. Namun,sang penjual segera menepisnya dengan berkata, “Silakan dinikmati. Semoga bermanfaat untuk ibu dan anak-anak.”
Bersebab lapar, ketiga insan itu segera menikmati sajian soto yang masih keluarkan asap pertanda hangat dan aroma wangi lezat nan mendominasi.
Sementara itu, dari sudut warung berjalanlah seorang pemuda yang telah selesai menikmati hidangan pesanannya. Mendekati sang penjual, disodorkanlah selembar uang seratus ribu seraya berkata, “Bang, saya makan soto satu porsi dan satu kerupuk,” lanjutnya tatkala sang penjual hendak berikan uang kembalian, “Sisanya untuk membayar pesanan ibu dan dua anaknya itu,” pungkasnya akhiri penjelasan seraya meninggalkan warung.
Melihat kejadian itu, tutur juru kisah, saya merasa bahagia. Betapa di dunia ini masih terdapat banyak orang miskin yang menjaga harga dirinya dengan tidak meminta-minta. Di negeri ini masih banyak pula pedagang baik hati yang tidak selalu menghitung transaksi sebgai jual-beli semata.
Kemudian, yang dilakukan oleh pemuda itu adalah gambaran kebaikan tentang mendahulukan orang lain dan berlomba dalam kebaikan.
Maka satu kejadian amat sederhana ini, terbukti bisa hadirkan bahagia kepada banyak orang. Semoga dengan dituliskan dan dibagikan kembali oleh sahabat sekalian bisa memperluas jangkauan kebahagiaan yang bisa dirasakan. [Pirman]