Di dalam Tafsirnya, Imam Ibnu Katsir menjelaskan kata “Mampu” dalam ayat Ibadah Haji sebagai: dengan biaya sendiri ataupun dibiayai orang lain. Faktanya, banyak sosok pilihan yang bisa melakukan Haji atau Umrah tanpa mengeluarkan biaya, bahkan mendapatkan kelebihan uang sebagai rezeki dari Allah Ta’ala.
Berikut salah satu kisahnya.
Dari segi pekerjaan, Fulan hanyalah seorang sopir. Penghasilannya pun bisa ditaksir di angka berapa saban bulannya. Sudah dua puluh tahun dia mengabdi pada seorang Bos yang amat mempercayainya.
Fulan adalah sosok shaleh yang hampir tak pernah ketinggalan shalat berjamaah di masjid, amanah, jujur, supel, loyal, dan apa adanya. Lantaran sikap itulah, si Bos tidak segan-segan mengamanahkan tugas-tugas besar dengan nilai transaksi ratusan juta hingga miliaran rupiah kepadanya.
Selain itu, Fulan juga tidak suka mengeluh, meski sekadar minta tolong diberi pinjaman dalam jumlah yang besar. Karenanya, ketika suatu hari sebelum berangkat bekerja istrinya mengusulkan agar mencari pinjaman untuk membayar uang masuk kuliah anaknya sejumlah delapan juta, ia hanya diam dan tak menyampaikan kebutuhannya itu kepada siapa pun selain Allah Ta’ala.
Beberapa hari setelahnya, dalam sebuah perjalanan ke kantor, si Bos menyuruhnya mencari vendor untuk merenovasi salah satu rumahnya di bilangan Jakarta. Singkatnya, Fulan pun menemukan vendor yang mengajukan anggaran renovasi ke perusahaan Bosnya itu.
Sebab nilainya kemahalan, 200 juta rupiah, si Bos pun menolak dan meminta Fulan melakukan cara lain. Maka, Fulan pun mengajukan salah satu temannya yang pemborong. Rupanya, di tangan pemborong, anggaran renovasi hanya 60 juta. Artinya, si Bos sudah menghemat 140 juta rupiah.
Setelah rumah itu kelar direnovasi, si Bos kembali menyampaikan perintah kepada Fulan, “Datangi biro iklan. Jual rumah yang baru kelar renovasi kemarin senilai 2,3 Miliar.” Maka setelah mengantarkan sang Bos ke kantor, Fulan pun bergegas menuju kantor sebuah biro iklan untuk media cetak.
Qadarullah, fulan melupakan berapa harga rumah tersebut. Maka ketika berada di ruangan biro iklan itu, setelah mencantumkan semua dokumen; gambar, spesifikasi, dan kontak yang harus dihubungi, pikirannya sibuk bertanya dan menerka. Apakah 2,3 atau 3,2 Miliar.
Maka logikanya pun bekerja; jika dipasang 2,3 Miliar dan ternyata si Bos memerintahkan 3,2 Miliar, dia melakukan kesalahan senilah 900 juta rupiah. Karenanya, Fulan memutuskan untuk memasang angka 3,2 Miliar di kolom iklan tersebut.
Tidak butuh waktu yang lama, ponsel Fulan langsung dihubungi banyak pihak yang bertanya perihal rumah tersebut. Bahkan, ada salah satu perusahaan besar yang langsung setuju tanpa menawarnya terlebih dulu. Hal itu pun langsung ia laporkan kepada Bosnya.
“Pak, ada waktu untuk ketemu notaris hari ini? tanya Fulan
Lanjutnya, “Rumah yang kita iklankan kemarin langsung diminati banyak orang, bahkan ada yang langsung sepakat dengan harga kita tanpa menawar satu rupiah pun.”
“Kamu lepas dengan harga berapa, Lan?” tanya sang Bos.
“Sesuai perintah Bapak. 3,2 Miliar.” Ujar Fulan tanpa merasa bersalah.
Si Bos pun langsung menghentikan langkah. Dia mengira bahwa Fulan melepas di angka 3,2 Miliar atas kemauan dan inisiatifnya. Padahal hal itu murni karena lupa. Maka si Bos langsung mengalokasikan waktu guna bertemu notaris dan mengurus penjualan rumah tersebut hingga kelar. Artinya, setelah Fulan menguntungkan 140 juta dalam renovasi, kini ia kembali memberikan keuntungan senilai 900 juta kepada Bosnya itu.
Keesokan harinya, Fulan dipanggil ke ruangan si Bos. Kata si Bos tegas, “Segera kamu urus bikin passport ya?”
Sebab taat dan memang sedikit bicara, Fulan pun mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Bosnya itu. Hingga beberapa hari kemudian, si Bos memberikan kabar gembira akan memberangkatkannya ke Tanah Suci. Umrah.
Tak tergambar bahagianya. Bahkan ketika itu ia masih membutuhkan uang jutaan rupiah untuk membayar biaya masuk kuliah anaknya. Rupanya, terkait persoalan ini pun, Allah Ta’ala sudah siapkan solusi terbaiknya.
“Tidak baik bagi seorang laki-laki yang akan pergi jauh tanpa meninggalkan bekal kepada istri dan anak-anaknya.” kata si Bos memulai percakapan dalam perjalanan pulang dari kantor.
Fulan hanya mengangguk tanda setuju sembari berkonsentrasi mengendarai mobil Bosnya itu.
Maka setelah sampai di rumah si Bos dan Fulan pamit untuk pulang, si Bos mengambil amplop warna putih tebal, “Ini untuk bekal keluargamu selama kamu Umrah.”
Allahu Akbar wa lillahil hamd. Ketika dibuka, isinya tepat delapan juta rupiah. [Pirman]