Dalih Kaya yang Salah Kaprah

0

Dengan menyebut nama Allah Ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua, sehingga diberikan kemampuan untuk memahami agama Islam dengan benar sebagaimana awal diturunkannya.

Ada yang perlu dicermati dari kampanye besar-besaran terkait kekayaan yang harus diraih oleh kaum Muslimin. Benar jika kita harus menguasai dunia, tapi penting dicatat; tak harus kaya untuk menguasai dunia. Pasalnya, obesi berlebih terhadap dunia yang merupakan fitnah justru banyak menjerumuskan umat-umat terdahulu.

Pertama, kaya itu dianjurkan. Tapi dengan cara yang benar. Cari kekayaan dengan cara yang benar, lalu manfaatkan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat, gunakan seperlunya untuk keperluan diri dan keluarga.

Jangan sampai kita mendirikan shalat wajib berjamaah di masjid hanya agar diberi rezeki materi yang berlimpah. Jangan juga rutin mendirikan ibadah sunnah hanya dengan niat diberi banyak uang, kemudian berdalih untuk diinfaqkan di jalan Allah Ta’ala.

Karena, pahala yang Allah Ta’ala janjikan kepada mereka yang menjaga amalan wajib dan sangat perhatian dengan perbuatan sunnah jauh lebih besar dan agung dari dunia dengan segala seisinya. Bahkan sekali shalat sunnah sebelum Subuh saja, diganjari lebih baik dari dunia seisinya.

Kedua, Nabi dan orang shaleh setelahnya menolak harta yang dilimpahkan kepadanya.

Nabi ‘Isa ‘alaihis salam pernah ditanya tentang dua orang. Keduanya melewati sebuah tempat yang merupakan perbendaharaan dunia. Sosok pertama mengambil dunia, kemudian memanfaatkannya di jalan Allah Ta’ala. Sedangkan orang kedua fokus berjalan tanpa menoleh sedikit pun kepada hamparan dunia.

Rupanya, Nabi ‘Isa mengatakan, “Yang tidak menoleh kepada dunia lebih utama di sisi Allah Ta’ala.”

Senada dengan riwayat yang dikutip Imam Ibnul Qayyim dalam ‘Uddatush Shabirin di atas, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun pernah mengalami kejadian serupa.

Beliau ditawari kunci-kunci perbendaharaan dunia, tetapi beliau tidak mengambilnya. Bahkan, kita banyak mendapati riwayat bahwa beliau hanya makan roti kering dan air putih, juga seringnya beliau melakukan puasa sunnah.

Atas apa yang dilakukan itu, Nabi bersabda, “Aku ingin lapar sehari dan kenyang sehari.” (Hr. Imam Tirmidzi dan Ahmad)

Ketiga, upayakan yang terbaik, hiduplah sebagaimana  Allah Ta’ala Kehendaki. Bahwa kaya dan miskin adalah ketentuan Allah Ta’ala. Pun, usaha yang kita kerjakan, tak mungkin lepas dari kerangka besar bernama ketentuan-Nya.

Di zaman Nabi, mereka yang dikaruniai dunia justru sosok-sosok yang menjauh. Dunia mendatanginya, tapi mereka menghindar.

Dan ketika dunia itu dalam kuasanya, mereka langsung membelanjakannya di jalan Allah Ta’ala. Mereka hanya menggunakan seperlunya untuk keperluan ibadah dan mencukupi kebutuhan keluarganya.

Hendaknya kita memahami, bahwa banyak di antara sahabat Nabi yang kaya, dan banyak pula yang miskin. Namun, kedua-duanya berhasil menggapai kemuliaan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. [Pirman]

Artikel sebelumnyaKisah Taubatnya Orang Kaya yang Sombong dan Tidak Shalat
Artikel berikutnyaKisah Umrah Gratis dan Uang Tunai Delapan Juta