Imam al-Junayd al-Baghdadi merupakan sufi besar yang dianut fahamnya oleh Nahdhatul Ulama’. Tasawuf ajaran beliau diteruskan oleh Imam al-Ghazali dan menjadi salah satu arus kekuatan terbesar kaum Muslimin sejak dahulu hingga sekarang.
Di balik nama besar Imam al-Junayd al-Bahdadi, tentu ada sosok guru yang membimbingnya. Ialah sosok yang sezaman dengan generasi tabi’in, lahir di Bashrah. Inilah sekelumit kisah dari Imam al-Junayd tentang guru tasawufnya itu.
Sang guru merupakan sosok yang amat sederhana. Meski memiliki banyak warisan dari ayahnya, beliau tidak tertarik sedikit pun. Beliau tetap teguh menjalani kehidupan sederhana sebagai bentuk pengamalan ilmu zuhud. Beliau juga merasa qana’ah dengan seluruh karunia Allah Ta’ala. Qana’ah inilah yang mengantarkan beliau menuju maqam nan mulia.
Sang guru lewat di depan rumah Imam al-Junayd. Oleh sang murid, sosok shalih ini dipersilakan duduk. Sang Imam bergegas menuju rumah salah satu pamannya yang mewah dan terdapat banyak makanan.
Diambillah beberapa jenis makanan lalu disajikan di hadapan sang guru. Lepas dipersilakan, beliau mengambil satu suap. Dimasukkan ke dalam mulut.
Berselang detik setelah itu, sang guru langsung pamit. Seraya menutup mulutnya, beliau bergegas meninggalkan rumah Imam al-Junayd.
Imam al-Junayd tak kuasa berkata-kata. Bingung. Beliau baru bisa menanyakan perihal gurunya itu, keesokan harinya.
“Engkau telah membuatku senang sekaligus sedih,” tutur sang Imam kepada guru mulianya.
“Anakku,” jawab sang guru, “penderitaan (karena lapar dan haus) memang menyakitkan. Aku sudah berupaya menerima makanan yang kau berikan (dari rumah pamanmu) kepadaku.”
“Tapi,” lanjut sang guru, “ada satu tanda antara aku dan Allah Ta’ala. Jika suatu makanan tidak diridhai (karena syubhat), maka tercium sebuah aroma khas oleh hidungku, sehingga jiwaku tidak sudi menerimanya.”
Oleh karena aroma yang tercium dari makanan tersebut, sang imam bergegas pergi untuk memuntahkan makanan.
Semoga Allah Ta’ala merahmati Imam al-Junayd al-Baghdadi dan sang guru yang tak lain adalah Imam al-Harits al-Muhasibi. Inilah teladan langka. Mudah-mudahan kita diberi kekuatan untuk meneladaninya. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]
Rujukan: Risalah al-Mustarsyidin Imam al-Harits al-Muhasibi, disyarah oleh Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah.