Meski ibunya telah meninggal dunia, anak ini tetap bahagia hidup bersama ayahnya. Selain bersikap welas asih dengan perhatian dan mencukupi seluruh kebutuhan psikis dan fisik anaknya, sang ayah juga merupakan sosok dermawan yang memiliki banyak perusahaan dan agamis. Meski berlimpah harta, sang ayah tidak pernah memberikan uang kepada anaknya, kecuali untuk keperluan yang jelas manfaatnya.
Suatu hari, sang anak menghadap. Dia memimpikan sebuah mobil mewah keluaran terbaru. Dengan manja, anak ini berkata, “Yah, aku suka mobil itu dan ingin memilikinya. Mudah-mudahan ayah berkenan membelikannya untukku.”
“Belajarlah yang rajin, Nak. Jika engkau datang dengan membawa nilai ujian tertinggi, aku akan memberikan kepadamu sesuatu yang jauh lebih bermakna, berharga, dan lebih mahal dari mobil yang engkau kehendaki.” jawab sang ayah. Singkat. Jelas.
Sang anak pun belajar dengan gigih. Tiada masa yang dilalui, kecuali dalam keadaan belajar dan mengulang pelajaran. Hari-harinya setelah itu padat. Belajar. Belajar. Belajar.
Di hari pembagian hasil ujian, sang anak bergegas menghadap ayahnya dengan senyum yang amat lebar. Bahagia. Puas. Penuh optimisme. Dengan bangga, dia membawa nilai terbaik. Tiada nilai yang lebih tinggi darinya.
Sudah memprediksikan jauh-jauh hari, sang ayah menghadapi buah hatinya dengan tenang. Duduk berhadap-hadapan di meja, sang ayah menyodorkan sebuah kotak kepada anaknya.
Tak sabar untuk mengetahui, sang anak langsung membuka kotak itu. Dalam hitungan detik setelah kotak terbuka, sang anak langsung berteriak kencang sembari melemparnya. “Apa ini?!”
Melihat isi kotak yang ‘hanya’ sebuah mushaf al-Qur’an, sang anak tidak terima. Dia marah dan pergi untuk masa yang lama.
Dua puluh tahun kemudian, sang anak baru pulang ke rumah itu setelah ayahnya meninggal dunia. Seluruh kekayaan sang ayah resmi menjadi miliknya.
Dengan rindu yang mendesak-desak, dia berkeliling ke seluruh isi rumah. Bayangan ayah dan ibunya menggelayut. Memenuhi seluruh rongga hatinya.
Hingga sampailah dia pada kotak yang dahulu dibuang dengan kasar. Terletak rapi di deretan asesoris rumah. Ketika kembali membuka isinya, dia tak kuasa menahan haru dan menangis sejadi-jadinya. Sebab di antara lembaran mushaf yang terletak di dalam kotak itu, sang ayah menyertakan kunci mobil impian anak kesayangan dan kebanggaannya itu.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]
Sumber: Kisah Anak Durhaka, Khalid Abu Shalih.