Di majlisnya yang penuh keberkahan, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda kepada sahabat-sahabatnya yang mulia, “Sebentar lagi, kalian akan disambangi oleh seorang laki-laki yang merupakan ahli surga.”
Tak lama setelah itu, muncullah sosok sahabat mulia dari kalangan Anshar, Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu ‘anhu.
Esok harinya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam kembali menyampaikan kalimat yang sama, lantas muncullah laki-laki serupa. Kejadian ini semakin mengundang penasaran sahabat yang lain, sebab dalam tiga kali sabdanya selama tiga hari berturut-turut, yang muncul adalah laki-laki serupa.
Seperginya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dari majlis itu di hari ketiga, sahabat mulia Abdullah bin Amr bin Ash segera mendatangi sahabat mulia Sa’ad bin Abi Waqqash. “Aku bertikai dengan ayahku. Aku berjanji untuk tidak menemuinya selama tiga hari. Apa pendapatmu jika aku menginap di rumahmu selama itu?”
Tak pikir panjang, Sa’ad bin Abi Waqqash mempersilakan. “Silakan,” jawabnya singkat.
Selama tiga hari, Abdullah bin Amr melakukan kerja-kerja mematai-matai positif. Dia mengendap-ngendap dan bersembunyi agar tidak diketahui oleh tuan rumah yang disebut Nabi sebagai ahli surga itu.
Di hari ketiga, dia benar-benar terbelalak lantaran tidak menemukan sesuatu yang istimewa dari laki-laki itu. Ibadahnya hanya sedikit jika di banding dengan ibadah para sahabat yang lain.
Didorong oleh rasa penasaran, agar misinya berhasil juga, Abdullah bin Amr pun bertanya. “Sungguh, aku tidak sedang bertengkar dengan ayahku. Aku menginap di rumahmu sebab mendengar sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam akan datangnya seorang laki-laki ahli surga, dan engkaulah yang datang. Selama tiga hari berturut-turut.”
“Akan tetapi, setelah tiga hari berada di rumahmu, aku tidak mendapatimu melakukan sebuah amalan yang istimewa.” ujar Abdullah.
“Amalanku memang itu. Hanya semua yang kau lihat.” jawab Sa’ad. Rendah hati.
Ketika Abdullah bergegas pamit dari rumahnya, Sa’ad melanjutkan, “Hanya saja, aku tidak pernah berniat berlaku curang kepada seorang Muslim pun. Aku tidak pernah merasa dengki terhadap siapa pun atas kebaikan yang telah Allah Ta’ala kurniakan kepadanya.”
“Nah,” sambar Abdullah bin Amr, “amalan inilah yang menyampaikanmu pada martabat (ahli surga) itu. Dan inilah yang tidak mampu kami lakukan.”
Semoga kita bisa menggapai derajat mulia yang digapai oleh sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhuma ini. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]