Selain Rasulullah, tidak ada manusia yang terbebas dari dosa dan kesalahan. Apalagi dalam kehidupan sosial, ketika berinteraksi dengan orang lain, baik keluarga atau masyarakat sekitar. Begitu juga saat berinteraksi dengan guru, murid, rekan kerja, atasan, bawahan, bahkan antara suami dan istri.
Sepandai apa pun menghindari, kesalahan akan tetap terjadi. Ianya seperti menjadi niscaya, sebab kita manusia yang tak mungkin lepas dari salah dan dosa. Sebagai manusia, kita hanya bisa memperkecil kesalahan, bukan menghilangkannya.
Dalam interaksi sehari-hari, berbuat salah menjadi niscaya sebab kita tak bisa memaksakan selera diri agar disukai oleh orang lain. Bahkan, kebaikan yang kita lakukan pun sering disalahartikan. Niat baik tak jarang mendapatkan balasan keburukan. Padahal, nilai kebaikan itu asasi, sama untuk semua orang, karena sesuai fitrah penciptaan manusia.
Jika kita berbuat salah, maka meminta maaf menjadi keharusan. Diberi maaf atau tidak, hal itu menjadi urusan orang yang kita mintai maaf dengan Allah Ta’ala. Jika menjadi pihak yang dimintai maaf, maka kewajiban kita adalah memberi maaf. Kita tak perlu melihat motivasi yang berada di dalam hati, sebab hal itu menjadi urusan amat rahasia antara seorang hamba dengan Allah Ta’ala. Tiada satu pun orang yang mampu melihat isi hati orang lain.
Meminta dan memberi maaf, dua-duanya sama berat. Ada seninya masing-masing. Lantaran merasa benar, meminta maaf menjadi amat sukar. Padahal, ianya hanya berupa satu atau beberapa buah kata.
Bagi yang dimintai maaf, perasaan sombong menjadi sebab keengganan untuk mengulurkan tangan pertanda menerima permintaan maaf. Akan lebih repot jika dihubungkan dengan gengsi, strata sosial, jabatan, usia, dan lain sebagainya.
Padahal, andai bisa sedikit menundukkan egoisme diri, ada balasan agung yang pasti didapatkan oleh siapa pun yang melakukan amalan ini. Pahalanya agung. Ganjarannya besar. Janjinya langsung dari sebaik-baik manusia, imamnya para Nabi dan Utusan Allah Ta’ala.
مازادالله عبدابعفوالاعزاوماتواضع احدلله الارفعه الله
“Tidaklah seseorang hamba memberi maaf,” ujar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim Rahimahullah, “kecuali Allah Ta’ala tambahkan kemuliaan baginya. Dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu’ (rendah hati) karena Allah Ta’ala, kecuali Dia akan meninggikan derajatnya.”
Berat, kawan!Tapi kita pasti bisa. Insya Allah.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]