Keinginan untuk Bermaksiat

0
source: nyultam.com

Tiada manusia yang sempurna. Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemungkinan baik atau buruk. Jika baik, manusia akan menduduki kedudukan yang lebih tinggi dari malaikat. Sebaliknya, siapa yang beramal buruk, manusia bisa terjun menuju kehinaan, lebih dina dari binatang.

Hal ini bisa terjadi karena manusia diberi nafsu bersamaan dengan anugerah pikiran (otak) dan ruhaninya. Tiga unsur ini dipadukan dan senantiasa melakukan pergulatan di sepanjang usia kehidupan manusia. Jika nafsu dibela dan dibesarkan oleh setan terlaknat, maka pikiran dan ruhani berteman dengan malaikat yang mulia, bahkan diberi akses untuk terhubung langsung kepada Allah Ta’ala.

Sejatinya, keinginan untuk berbuat maksiat sama besarnya dengan hasrat untuk berbuat baik. Dan itulah yang menjadi salah satu bentuk Mahaadilnya Allah Ta’ala. Dia menanugerahkan keduanya sama di dalam diri manusia.

Selanjutnya, setan melalui nafsu dan malaikat melalui pikiran dan ruhani inilah yang menjadi salah satu penentu. Jika ikuti setan dan embusan nafsu, maka seorang manusia akan melakukan tindakan buruk, menuruti keinginan untuk bermaksiat, menjadi pendukung dan pemasar keburukan, lalu bergelimang dalam dosa hingga ajalnya.

Namun, jika berhasil memfungsikan akal dan nuraninya dengan baik, maka seorang hamba akan menepis setiap lintasan keburukan di dalam dirinya, lalu berpaling dan mengalihkannya dengan berbagai jenis amal shalih.

Hal yang pertama relatif muda. Sebab, sesuatu yang dibisikkan oleh nafsu dan setan seringkali selaras dengan kesukaan asasi manusia; wanita muda, cantik, berketurunan, dan berharta; jabatan tinggi, dihormati, dan dimuliakan; atau harta yang melimpah, dituruti, dan mampu memuaskan segala jenis keinginannya.

Sebaliknya, hal kedua menjadi sukar lantaran bertolak belakang dengan kecenderungan manusiawi itu sendiri. Misalnya, berpaling dari melihat wanita berpakaian terbuka yang lewat di depannya, mencukupkan diri dengan harta sesuai kebutuhannya, dan tidak gila dengan jabatan yang identik dengan kehormatan.

Amat sukar. Apalagi dalam kehidupan akhir zaman ini. Saat tiada lagi sosok selayak ‘Utsman bin ‘Affan yang kaya raya tapi tidak jumawa, atau sekelas ‘Umar bin Khaththab yang gagah tapi memilih jihad di banding bersenang-senang dengan capaian dunia terkait kepemimpinannya.

Sebab keinginan bermaksiat diberikan bersamaan dengan keinginan berbuat baik, maka tak ada yang lebih jitu untuk dilakukan, kecuali memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala. Dialah yang Mahakuasa mencabut seluruh keinginan bermaksiat dari dalam diri manusia. Dialah pula yang Maha Berkehendak untuk menambahkan keinginan yang kuat untuk berbuat taat di jalan-Nya. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaCara Atasi Sedih di Medan Jihad
Artikel berikutnyaDua Cara Meninggalkan Maksiat