Islam adalah agama yang menekankan keseimbangan dalam seluruh aspek kehidupan. Karenanya, kesempurnaan seseorang dalam berislam erat kaitannya dengan pemenuhan aspek fisik, akal, dan ruhani sesuai kebutuhannya. Jika ada ketimpangan, maka di sanalah terdapat celah keburukan yang bisa dimasuki oleh setan terlaknat.
Sahabat yang satu ini, disebutkan dalam salah satu riwayat, sangat bersemangat dalam beribadah. Alhasil, sepanjang malam digunakan untuk dzikir, membaca al-Qur’an, dan shalat; lalu siangnya diisi dengan ragam proyek kebaikan dalam keadaan senantiasa berpuasa di jalan Allah Ta’ala.
Mendapat laporan ini dari sahabat-sahabatnya, Nabi pun memanggilnya dan bertanya, “Benarkah kabar yang kudengar, bahwa engkau berpuasa pada siang hari dan bangun shalat malam pada malam hari?”
“Benar, ya Rasulullah.” jawab sang sahabat, singkat.
“Janganlah engkau mengerjakan yang demikian itu,” cegah Nabi sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim ini, “tetapi berpuasalah sehari dan berbukalah sehari, dan tidurlah sehari dan bangunlah (untuk shalat malam) sehari.”
Lanjut Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya badanmu memiliki hak atas dirimu, matamu mempunyai hak atas dirimu, dan istrimu mempunyai hak atas dirimu, tamumu memiliki hak atas dirimu.”
Dalam Membentuk Kepribadian Muslim Ideal, Dr Muhammad ‘Ali Hasyimi menyebutkan, sahabat yang beribadah sepanjang siang dan malam ini adalah ‘Abdullah bin Amru bin ‘Ash.
Barangkali yang terjadi di zaman kita saat ini adalah kebalikannya; diberikan banyak opsi ibadah, dengan banyak kemudahan, namun masih malas-malasan dan menyampaikan dalih beraneka rupa. Alhasil, jika dulu para sahabat dicegah oleh Nabi agar tidak berlebihan dalam beribadah, kita saat ini justru sangat kurang dalam mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Tak perlu melihat atau melirik siapa pun, cukup bertanya pada hati; bagaimana tilawah kita setiap hari? Genapkah satu juz, atau dikurangi setengahnya, seperempatnya, atau bahkan tak menyempatkan waktu untuk tilawah?
Bagaimana tahajjud kita? Bisa jadi, lebih asyik nonton film hingga larut malam, menyaksikan pertandingan sepak bola hingga pagi, atau memilih membenamkan diri dalam selimut dan empuknya kasur hingga lalai dari Shubuh berjamaah.
Semoga Allah Ta’ala mengampuni dosa dan kelalaian yang kita lakukan, dan menggantinya dengan semangat beribadah sesuai sunnah Nabi yang mulia; bukan berlebih-lebihan atau ala kadarnya hingga terkesan minimalis. Aamiin. [Pirman]