Ada prioritas dalam amal. Dahulukan dan utamakan yang wajib, perbanyaklah yang sunnah, cukupkan yang mubah, hindari dan tinggalkan yang makruh, apalagi haram.
Sedihnya, banyak kaum muslimin yang melupakan hal itu. Alhasil, banyak yang getol dan berlomba melakukan yang sunnah, tapi lupa dan lalai dengan yang wajib. Parahnya, ada yang enggan melakukan sunnah, tapi amat bersemangat mengamalkan bid’ah dalam agama.
Terkait amalan harta pun, kaum muslimin banyak yang salah memahami infaq. Padahal, sebaik-baik ajaran adalah al-Qur’an dan sunnah Nabi.
Lantas, bagaimanakah sejatinya al-Qur’an memerintahkan infaq?
“Ya Rasulullah,” tanya Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah, “sesungguhnya kami memiliki sejumlah budak dan keluarga, bagaimana kami menginfaqkan harta kami?”
Atas pertanyaan itu, Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya sebagai jawaban, “Katakanlah, ‘Yang lebih dari keperluan.'”
Menjelaskan maksud firman tersebut, ‘Abdullah bin ‘Abbas mengatakan, “Apa yang lebih dari (kebutuhan untuk) keluargamu.”
Sedangkan Rabbi’ bin Anas menjelaskan, “Yaitu sesuatu yang terbaik dan paling utama dari apa yang engkau miliki.” Tetapi, ungkap Ibnu Katsir, “Semuanya kembali kepada kelebihan.”
Artinya, sebab infaq adalah sesuatu yang sunnah, maka seorang muslim harus mendahulukan yang wajib. Yaitu zakat dan nafkah untuk kelurga. Apalagi setiap nafkah yang diberikan, berdasarkan berbagai riwayat, terhitung di dalamnya pahala infaq.
Karenanya, seorang muslim akan memerhatikan ini dengan baik, sehingga tidak ada lagi fenomena orang baik terhadap orang lain tapi cuek dan tidak memerhatikan keluarganya.
Suatu hari, datanglah seseorang yang bertanya kepada Nabi, “Ya Rasulullah, aku memiliki satu dinar.”
Jawab Nabi, “Nafkahkanlah untuk dirimu sendiri.”
Ia menjawab, “Aku masih punya yang lain lagi.”
“Nafkahkanlah untuk keluargamu,” sabda Nabi.
“Ya Rasulullah,” ungkap orang itu selanjutnya, “aku masih punya yang lain lagi.”
Nasihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Nafkahkanlah untuk anakmu.”
Rupanya, orang itu mengatakan, “Aku masih punya dinar yang lain lagi.”
Maka jawab Rasulullah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, “Engkau lebih tahu (kepada siapa uang itu harus dinafkahkan).”
Itulah prioritas infaq. Sebab ianya sunnah, maka prioritaskan yang wajib. Setelah tertunai yang wajib, barulah perbanyak dan perbagus dengan yang sunnah. Tentu, yang sunnah ini adalah penyemangat, agar kita bergegas untuk menyempurnakan yang wajib, bukan berpuas diri dengan usaha yang dianggap optimal, padahal hanya apa adanya. [Pirman]