“Wahai Rasulullah,” seru salah seorang sahabat ketika itu, “Tunjukkan kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga?” Jawab Rasulullah sebagaimana diriwayatkan dalam Musnad al-Bazar dari Abu Yasar, “Jagalah ini.”
Beliau mengatakan itu dengan memberikan isyarat kepada lidahnya. Kemudian, beliau meneruskan sabdanya, “Bukankah banyak manusia yang tersungkur di atas leher-leher mereka ke dalam neraka disebabkan oleh buah dari perkataannya.”
Menjelaskan hadits nan mulia ini, Ibnu Rajab al-Hanbali sebagaimana dikutip Syaikh Dib al-Bugha dalam al-Wafi Syarah Arba’in al-Nawawi mengatakan, “Yang dimaksud ‘buah dari perkataannya’ adalah balasan dan hukuman dari perkataannya.” Lanjutnya menerangkan, “Sesungguhnya manusia menanam kebaikan dan keburukan dari apa yang diucapkan dan diperbuatnya.”
Apa yang ditanam ini, kelak dipanenya di Hari Kiamat, baik berupa amal shaleh maupun keburukan. Maka siapa yang menanam kebaikan, baik dalam ucapan maupun tindakan, terang Ibnu Rajab, “Niscaya dia akan mendapat kemuliaan.” Sebaliknya, seseorang akan mendapatkan penyesalan manakala yang ditanam adalah keburukan dalam ucapan maupun tindakan.
Inilah pentingnya menjaga lisan. Sehingga Nabi menjamin surga bagi siapa yang menjaganya. Memang, lisan adalah prajurit yang menuruti perintah majikannya (hati). Karenanya, jika digunakan untuk membaca Kitab Suci al-Qur’an, kemudian menjadi sarana untuk menggunakan kebaikan berupa bacaan dan ilmu yang bermanfaat, maka kelak ia menjadi tabungan amal shaleh di akhirat.
Namun, tatkala lisan digunakan untuk menyampaikan keburukan dalam percakapan sia-sia, gurauan penuh maksiat dan dosa, perbincangan penuh ghibah, kebencian, dusta bahkan fitnah, maka itulah permulaan munculnya keburukan dan kelak menjadi sebab terjerumusnya sang pelaku ke dalam siksa neraka.
Sahabat Abu Hurairah menyampaikan kepada kita sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Kebanyakan dosa yang menyebabkan masuk neraka adalah dua lubang, mulut dan kemaluan.”
Amat pentingnya peran lidah ini, suatu hari Umar bin Khaththab mendatangi Abu Bakar ash-Shiddiq. Ketika itu, ayah Aisyah ini sedang menarik-narik lidahnya. Umar yang melihat itu, sebagaimana diriwayatkan dari Zaid bin Aslam yang mengutip dari ayahnya, “Berbuat baiklah. Semoga Allah mengampuni.” Kemudian sebagaimana diriwayatkan oleh Malik ini, Abu Bakar berwasiat, “Ini (lidah) merupakan sumber dari segala bencana.”
Ibnu ‘Abbas juga berpesan terkait lisan, “Celakalah kamu! Berkatalah yang baik, niscaya kamu mendapatkan keuntungan.” Atau, lanjutnya, “Diamlah dari keburukan niscaya selamat,” jika tidak demikian, pungkasnya, “Ketauhilah bahwa engkau akan menyesal.”
Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari ketergelinciran lisan dan menjadikan lisan kita sebagai salah satu sarana agar kita layak menjadi penghuni surga-Nya. [Pirman]